Minggu, 05 Februari 2012

BAGAWADGHITA BAB 4-5


Bab 04 - Doktrin (ajaran) Rahasiaa
Page 1 of 5
Berkatalah Yang Maha Pengasih:
1.    Ilmu pengetahuan yang tak dapat habis ini Kusabdakan pada Vivasvan; Vivasvan menyabdakannya kepada Manu; dan Manu menyabdakannya kepada Ikshvaku.
2.  Begitulah pada masa yang silam para guru (resi) agung mengenal ilmu pengetahuan ini, dari satu ke yang lainnya, tetapi dalam kurun waktu yang lama kemudian, ilmu pengetahuan ini hilang (dilupakan) dari dunia, oh Arjuna.
      Sri Kreshna menyatakan di sini, bahwa Beliaulah Adiguru yang Pertama yang mengajarkan ilmu pengetahuan sejati ini kepada mereka-mereka yang pantas menerimanya di masa-masa yang lampau. Yang pantas menerima disebut adhikari, dan adhikari yang pertama adalah Vivasvan (Batara Surya), Dewa Cahaya. Dari Vivasvan ajaran ini turun ke Manu (manusia yang pertama) yang dianggap menjadi cikal-bakal bangsa Aryan. Manu kemudian menurunkan ajaran ini kepada Ikshvaku, seorang raja Hindu di India pada masa yang amat silam. Ajaran sejati ini amat kuno sifatnya, tetapi amat relevan sampai masa kini, dan hanya diajarkan kepada para adhikari yang terpilih. Itu sudah suatu ketentuan spiritual Ilahi. Para guru atau resi-resi yang agung dan suci, para pemikir atau filsuf dan raja-raja di masa silam menjadikan ajaran ini sebagai pegangan hidup mereka, sampai suatu saat dimana manusia melupakan ajaran ini.
3.   Dan yoga (ilmu pengetahuan) yang sama ini Kubukakan kepadamu hari ini, karena dikau adalah pemujaKu dan sahabatKu. Inilah rahasia yang amat agung sifatnya.
Berkatalah Arjuna:
4.    Kelahiran Dikau berlangsung kemudian, sedangkan Vivasvan terlahir lebih awal. Lalu bagaimana mungkin daku dapat memahami bahwa Dikaulah yang pertama kali menyabdakan yoga ini pada masa awal dunia ini dibentuk?
      Tentu saja Arjuna kebingungan, karena menurut pengetahuan duniawinya Sang Kreshna yang sebenarnya adalah pamannya sendiri berasal atau lahir pada kurun waktu yang sama dengannya, sedangkan Vivasvan atau Batara Surya lahir berjuta-juta tahun yang silam. Lalu bagaimana mungkin Sang Kreshna mengajarkan ilmu pengetahuan sejati ini kepada Vivasvan pada awal mula terbentuknya sistim tata-surya itu. Sebagai balasan atas pertanyaan ini, Sang Kreshna pun mengajarkan mengenai inkarnasi (avatarvad) dalam ajaranNya yang agung di bawah ini.
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
5.  Banyak kelahiran yang telah Kualami dan juga olehmu, oh Arjuna! Aku mengetahui semua itu, tetapi engkau tak pernah tahu akan kelahiran-kelahiran itu.
       Kelahiran Sang Kreshna tidak seperti kelahiran manusia biasa, kelahiranNya bebas dari segala nafsu dan keinginan duniawi, dari segala karma dan selalu dimaksudkan untuk suatu tujuan yang agung dan suci, yaitu penyelamatan makhluk-makhluk dan dunia ciptaanNya. Sebaliknya jiwa manusia selalu dibatasi oleh hadirnya ketiga guna (sifat prakriti), dan akibatnya tak pernah bisa ingat akan masa atau kehidupannya yang lampau. Dilain sisi, raga kita ini harus menjalani karmanya. Tetapi bagi Yang Maha Esa, tak ada masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang. Baginya semua adalah sekarang, karena Ia hadir sepanjang waktu, dan kelahiranNya sebagai manusia atau makhluk di bumi ini selalu karena terdorong faktor KasihNya pada makhluk-makhluk yang harus dilindungiNya.
6.    Walaupun Aku tak pernah dilahirkan dan DiriKu tak terbinasakan, dan walaupun Akulah Pencipta (Penguasa) semua makhluk; menghadirkan DiriKu kedalam SifatKu, Aku lahir melalui kekuatanKu.
       Ia tak pernah lahir dan tak dapat dibinasakan. la juga Pencipta semua makhluk dan alam semesta ini, dan la juga yang mengendalikan Sang Maya dan bereinkarnasi sesuai dengan kehendakNya yang bebas, dengan kekuatanNya semata. Yang Maha Pencipta ini sempurna dalam segala hal, tetapi mau juga Ia bereinkarnasi sebagai manusia yang sifat-sifatnya tidak sempurna dan penuh dengan keinginan-keinginan duniawi. Sebenarnya tidak pantas ditinjau dari sudut duniawi untukNya menjadi manusia tetapi Ia melakukannya juga demi makhluk-makhluk dan manusia yang dikasihNya. Inilah kebesaranNya.
       Di dalam salah satu pustaka kuno Hindu yang disebut Bhagavatta dapat kita baca kelahiran Sang Kreshna sebagai manusia itu ibarat terbitnya bulan purnama di ufuk timur. Jadi seperti sesuatu episode yang sudah direncanakan secara khusus dan indah, dan bukan karena suatu efek karma.
7.   Pada saat-saat dharma (kebenaran) turun ke titik yang rendah, dan kezaliman (tindakan adharma) menanjak mencapai puncaknya, maka Kuproyeksikanlah DiriKu.
       Dikala adharma mengalahkan dharma, dan suatu saat manusia mencapai puncak dari kejahatannya, dan dunia penuh dengan kezaliman dan rasa keangkara-murkaan, maka Yang Maha Pengasih pun lalu memanifestasikan DiriNya, dalam bentuk manusia atau makhluk lainnya untuk kemudian meluruskan lagi jalannya Sang Dharma dengan ajaran-ajaran atau tindakan-tindakannya. Contoh-contoh ini banyak terdapat dalam pustaka-pustaka Hindu Kuno, seperti Sang Rama yang menghancurkan keangkara-murkaan sang Rahwana, dan lain sebagainya. Semua ini dilakukan oleh Yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran moral secara total.
       Dalam sloka ini Sang Kreshna mengucapkan kata, "Kuproyeksikan DiriKu . . . ," ini berarti Sang Kreshna atau Yang Maha Esa turun ke bumi ini, yang lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan tempat la bersemayam. Karena kasihNya kepada kita agar dapat bangkit lagi ke jalan yang benar, jalan dharma yang lurus dan suci. la turun sebagai titisan dari Sang Hyang Vishnu dari masa ke masa. Inilah Kasih-Ilahi yang selalu tulus untuk manusia dan segala makhluk-makhlukNya di alam semesta ciptaanNya ini. Om Tat Sat.
8.  Demi membela kebaikan, demi hancurnya yang zalim, dan demi teguhnya kebenaran, Aku selalu lahir dari masa ke masa.
      Ia selalu menghukum yang jahat dan yang zalim dari masa ke masa, tetapi hukumanNya ini pun penuh dengan hikmah, penuh dengan kasih-sayangNya, karena sebenarnya dengan menghukum ini Ia menginginkan agar mereka-mereka yang tersesat ini kembali ke jalan dharma yang lurus dan suci. Hukuman dariNya sebenarnya dapat disiratkan sebagai suatu karunia yang terselubung bagi yang berdosa. Karena seyogyanyalah setelah selesai menjalani masa-hukumannya maka seseorang seharusnya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Bayangkan kalau seseorang tidak dihukum untuk mempertanggung-jawabkan kesalahan-kesalahannya, atau dihukum secara abadi tanpa ampun, maka habislah harapan orang tersebut untuk bertobat atau kembali ke jalan yang benar.
       Berbeda mungkin dengan ajaran-ajaran yang lain, maka dalam agama Hindu, Yang Maha Esa selalu hadir dari masa ke masa untuk menyelamatkan evolusi manusia ini dan mengarahkan lagi umat manusia ke jalan yang benar, baik itu dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Bhagavat Gita sebenarnya kalau ditelaah dengan baik adalah suatu ajaran yang penuh dengan harapan untuk mereka-mereka yang salah jalan; penuh dengan pengampunan dan Kasih-Ilahi yang tak terbatas. Om Tat Sat.
9.  Barangsiapa mengetahui hal ini (Maksud Sang Kreshna: Kelahiran dan PekerjaanNya yang Suci ini) secara benar, maka ia tak akan lahir kembali setelah meninggalkan raganya, tetapi ia datang kepadaKu, oh Arjuna!
10. Bebas dari nafsu, ketakutkan dan kemarahan; penuh dengan DiriKu, berserah total kepadaKu, bersih oleh kebijaksanaan yang penuh disiplin dan dedikasi... maka banyak orang-orang semacam ini yang telah mendapat DiriKu.
       Setiap menitis (atau reinkarnasi) misiNya sudah jelas, yaitu mengajak kita manusia untuk bersatu lagi dengan Yang Maha Esa, agar lepas dari beban lahir dan mati di dunia ini. Seseorang yang sudah lepas dari nafsu dan rasa amarah adalah yang jiwanya sudah penuh dengan Kenikmatan Ilahi. Orang semacam ini kalau melepaskan raganya akan lepas dari perputaran karma, dan langsung menyatu dengan PenciptaNya (madbhava magatah).
       Sang Kreshna tidak saja lahir sebagai manusia, sering sekali Ia pun datang kepada kita pada saat-saat tertentu dalam hidup setiap individu yang membutuhkanNya, yang memujaNya secara tulus dan tanpa pamrih. Ia datang dan berbisik, menuntun ke arah yang benar, sering sekali jalan dan cara menuntunNya ini terasa aneh, misterius dan tak masuk akal, tetapi dibalik itu semua selalu tersembunyi hikmah dan akhir yang baik untuk sang pemuja ini. Bagi yang menyayangiNya dan yang disayangiNya maka bersihlah jiwa orang ini lambat laun dan akhirnya bersatu dengan DiriNya. Om Tat Sat.

Page 2 of 5
11. Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang di setiap sisi adalah jalanKu juga, oh Arjuna!
       Jalan kepercayaan atau agama apapun juga yang diambil seseorang untuk mencapai Yang Maha Esa adalah jalanNya juga. Jadi setiap manusia menurut Bhagavat Gita berhak untuk menentukan jalan apa saja yang diinginkannya untuk mencapai Yang Maha Esa, dan di ujung jalan itu berdiri Yang Maha Esa menyambutnya, karena bagiNya semua jalan itu akan berakhir pada suatu ujung. Jadi tidak ada agama yang dibeda-bedakan oleh Sang Kreshna atau Yang Maha Esa, karena tujuannya baik, yaitu ke arahNya semata, walaupun dalam pengertiannya manusia sering salah mengartikannya.
Bagi seorang Hindu yang sejati semua kepercayaan terhadap Yang Maha Esa dan agama adalah sama, yaitu jalan ke Yang Maha Esa semata, dan tidak ada alasan lain untuk merubah atau mempengaruhi orang yang beragama atau berkepercayaan lain untuk masuk ke agama Hindu. Seorang Hindu yang baik akan selalu tunduk dan hormat melihat tempat-tempat pemujaan agama lain, karena baginya yang ia lihat adalah jalan dan tujuan yang Satu, yaitu jalannya Yang Maha Esa.
12. Mereka yang mengingini sukses di muka bumi ini memberikan pengorbanan kepada para dewa (dan merekapun mendapatkan imbalan dari para dewa), karena di dunia ini sesuatu tindakan itu cepat mendapatkan tanggapan (hasil).
       Tidak semua orang mau maju ke arah Yang Maha Esa, banyak yang memuja para dewa agar dipenuhi keinginan duniawi mereka, dan para dewa ini pun segera memberikan tanggapan atau respons kepada para pemuja-pemuja mereka ini dan memenuhi permintaan mereka. Sebenarnya para pemuja ini secara tidak langsung dan tidak sadar memujaNya juga melalui proses yang panjang. Suatu waktu kemudian di dalam hati mereka nanti akan timbul suatu kesadaran akan perlunya Yang Maha Esa dan mereka pun mencari dan memujaNya secara tulus dan penuh kesadaran. Yang Maha Esa dalam Bhagavat Gita tidak melarang seseorang untuk memuja para dewa, karena para dewa juga datang dan berasal dariNya. Semua ini hanya merupakan suatu proses panjang dalam tahap-tahap evolusi kehidupan manusia itu sendiri, bermula pada pemujaan kepada para dewa untuk maksud-maksud tertentu dan setelah itu berakhir dengan kesadaran penuh dan tulus bahwa seharusnya yang dipuja adalah Yang Maha Esa itu sendiri tanpa perlu melalui jalan yang panjang. Seharusnyalah Bhagavat Gita menyadarkan kita semua agar tidak lagi melalui dedikasi yang tulus, sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Kreshna ini kita bisa langsung menuju ke arahNya.
13. Kuciptakan keempat sistim kehidupan (chaturvarnyam), sesuai dengan pembagian guna (sifat-sifat prakriti) dan karma (aksi dan kerja). Walaupun Aku yang mencipta keempat sistim kehidupan ini, tetapi ketahuilah bahwa Aku tidak bekerja dan tak pernah berganti-ganti (sifat).
       Keempat varna adalah empat tipe kehidupan, masing-masing merupakan produk asli dari pikiran dan tindakan manusia itu sendiri yang sudah ada semenjak ia dilahirkan. Ada manusia yang ingin menjadi seorang brahmin, ada yang ingin menjadi tentara (keshatria), dan ada yang ingin menjadi pedagang dan ada yang memilih menjadi seorang buruh. Semua ini sebenarnya adalah manifestasi dari karma, pikiran dan bakat masing-masing sesuai dengan keinginan sejatinya. Harus dicamkan secara serius oleh kita semua bahwa di dalam masing-masing individu ini bersemayam Satu Tuhan dan adalah bebas bila seseorang memilih menjadi brahmin, kshatria, vaishya atau sudra, dan semua ini bukanlah seperti anggapan atau tradisi yang salah yang berlaku selama ini, yaitu seorang ditentukan kastanya karena status atau garis keturunnya, tetapi kastanya ditentukan kemudian setelah ia menentukan dengan sadar garis dan tujuan hidupnya dan sebagai apa ia akan bekerja sesuai dengan bakat dan kemauannya yang sejati.
       Sistim varna atau kasta ini sebenarnya adalah pembagian kerja dengan konsep yang modern yang disebut kelas di negara-negara Barat. Tetapi banyak masyarakat Hindu malahan menyalah-gunakan ini demi kepentingan pribadi yang akibatnya menimbulkan diskriminasi sosial yang serius yang mengacaukan agama Hindu itu sendiri, dan menjadi bahan tertawaan orang-orang luar. Di satu pihak orang-orang Hindu menjunjung tinggi nilai-nilai Sang Atman dan yakin terdapat satu Atman yang sama di dalam semua makhluk, di lain sisi banyak orang Hindu yang memutar-balikkan fakta-fakta tentang kasta ini dan menimbulkan diskriminasi sosial yang rawan. Sistim yang sebenarnya diciptakan untuk fungsi-fungsi sosial masyarakat ini seharusnya dijalankan secara sejati dengan membiarkan seseorang untuk memilih profesi kesukaannya secara sama derajatnya dengan profesi-profesi lainnya. Konsep Sang Kreshna bukanlah meninggi atau merendahkan derajat seseorang tetapi secara demokratis membiarkan setiap individu berkehendak masing-masing. Karena bisa saja seseorang yang lahir dengan kasta Brahmana secara duniawi ini mempunyai jiwa patriotik dan ingin mengabdi sebagai seorang keshatria dan begitu pun sebaliknya. Semua manusia didasarkan pada karma, sifat-sifat prakriti dan jalan hidupnya, bukan berdasarkan pada sistim kasta yang diskriminatif, atau jenis kelamin yang berbeda. Yang Maha Esa sendiri di sloka ini menegaskan bahwa la sendiri walaupun sebagai pencipta sistim kasta ini tidak terlibat pada sistim ini maupun pada sifat-sifat prakriti.
14. Tidak ada tindakan yang dapat mengotoriKu; dan tidak pula Aku mengingini suatu imbalan dari suatu tindakan. Barangsiapa yang mengenalKu seperti itu tak akan terikat oleh karma (aksi).
       Sang Kreshna menerangkan sebuah paradox di sloka ini, yaitu tanpa bekerja pun Ia tetap saja mampu menciptakan karma dan guna. Tetapi setiap tindakanNya tidak seperti tindakan manusia yang selalu mengharapkan sesuatu pamrih untuk setiap tindakannya. Bagi Sang Kreshna setiap tindakan adalah cetusan dari rasa Kasih-SayangNya terhadap manusia atau makhluk-makhluk lainnya. Dan tidak ada satu pun dari tindakanNya ini yang dapat mengikatnya ke jalur karma karena Ia memang tidak terikat oleh karma yang diperuntukkan untuk manusia dan makhluk-makhluk di dunia ini. Dan barangsiapa menyadari akan status Sang Kreshna yang unik ini, maka orang yang sadar ini akan lepas juga dari lingkaran karma (hidup dan mati) ini. Sebenarnya Yang Maha Kuasa adalah dasar dari setiap tindakan kita, tetapi di mata manusia Ia tak pernah terlihat bahkan sukar untuk disadari kehadiranNya di dalam diri kita karena kegelapan yang menyelubungi diri dan jiwa kita. Walaupun Ia bertindak melalui diri kita, Ia sendiri sebenarnya tidak terlibat atau terpengaruh oleh tindakan-tindakan ini, yang merupakan tindakanNya Sendiri.
15.  Mengetahui akan hal ini maka orang-orang dahulu kala telah bertindak sesuai dengan hal tersebut. Maka seyogyayalah dikau pun bertindak seperti orang-orang di masa silam ini.
16. Apakah aksi (tindakan) itu? Dan apakan tidak bertindak (akarma)? Kaum yang bijaksana pun kalut memikirkannya. Dengan ini akan Kuberitahukan kepadamu apakah aksi itu; dengan mengetahuinya engkau dapat terhindar dari dosa (kesalahan).
17.  Seseorang seharusnya tahu apakah aksi itu (perbedaan antara satu aksi dengan yang lainnya), dan aksi apakah yang salah sifatnya (vikarma) dan apakah non-aksi (akarma) yang sebenamya.
      Ketiga bentuk hal tersebut di atas harus diketahui secara benar agar tidak terjadi penyalahgunaan tindakan oleh yang tidak mengerti atau yang tidak mau mengerti dan memutar-balikkan ajaran-ajaran Sang Kreshna ini. Pekerjaan atau aksi apa saja yang benar dan harus dilakukan seseorang dalam hidupnya, dan apa saja yang harus dihindarkannya, dan bagaimanakah seseorang harus bertindak agar mencapai suatu bentuk aksi dalam non-aksi misalnya?
18. Seseorang yang melihat non-aksi di dalam aksi, dan aksi di dalam non-aksi, maka diantara manusia orang ini disebut bijaksana (buddhiman). Hidupnya penuh dengan keharmonisan (yutkah), walaupun ia selalu penuh dengan berbagai aksi (atau perbuatan dan tindakan).
       Seseorang yang tenang ditengah-tengah aktivitasnya, dan aktif dalam ketenangannya adalah seorang yang bijaksana. Dalam setiap tindakannya ia selalu secara stabil dan tenang bersandar pada Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya, dan untuk setiap pekerjaan atau tindakannya ia tak pernah mengharapkan sesuatu pamrih, jadi walaupun bekerja ia sebenarnya "tidak bekerja." Karena setiap tindakan atau perbuatannya sekecil apapun juga selalu menjadi sembahan bagi Yang Maha Esa, ia selalu melakukan pengorbanan atau pekerjaan demi dan untukNya semata (ini disebut yagna atau aksi yang sebenarnya).
       Acapkali kalau kita naik kereta-api atau kendaraan lain, maka pepohonan di kiri dan kanan kita seakan-akan bergerak padahal yang bergerak adalah kendaraan yang kita tumpangi. Jadi yang nampak adalah ilusi. Sebaiknya kita pun dalam setiap tindakan kita berprinsip bahwa pekerjaan yang kita lakukan itu sebenarnya adalah ilusi, dan kita sendiri sebenarnya tidak bekerja.
       Dalam aksi marilah kita lihat non-aksi, dan dalam non-aksi kita praktekkan aksi. Non-aksi (akarma) sejati tidak berarti tidak bekerja sama-sekali. Misalnya kalau ada tetangga yang amat miskin sedang membutuhkan sesuatu bantuan, dan walaupun ia tidak memintanya, seharusnya kita tidak diam-diam saja tidak berbuat sesuatu kalau memang kita mampu melakukan sesuatu untuknya; berdiam-diam saja tak mau tahu itu bukan non-aksi tetapi adalah vikarma (aksi yang salah). Akarma atau non-aksi yang sejati itu penuh dengan keharmonisan jiwa sang pelaku, orang semacam ini selalu nampak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam setiap tindakannya. Akarma yang sejati selalu penuh dengan kepasrahan total yang tulus kepadaNya, dan ciri-ciri khas dari tindakan akarma yang sejati ini selalu merupakan tindakan yang positif bagi sesamanya, walaupun secara duniawi bisa saja ia disalahkan. Tetapi secara moral tindakan manusia semacam ini selalu bermotifkan kemanusiaan yang agung sifatnya.
Raja Janaka dan Suka adalah contoh dari dua orang manusia agung di masa yang silam, yang betul-betul mempraktekkan ajaran ini, dan selalu melihat aksi dalam non-aksi dan non-aksi dalam aksi. Non-aksi yang sejati akan melepaskan diri seseorang dari semua nafsu-nafsu dan cinta duniawinya, juga dari rasa egoisme pribadi tanpa kehilangan tanggung-jawab untuk setiap kewajiban dan pekerjaannya. Inilah yang disebut pasrah total kepadaNya secara spiritual.
19. Seseorang yang bertindak bebas dari segala bentuk nafsu (kama sankalpa), seseorang yang setiap tindakannya terbakar bersih oleh api kebijaksanaan (gnana-agni) -- orang semacam inilah oleh orang-orang yang bijaksana, disebut seorang pandita (seorang yang suci, yang sadar akan pengetahuan yang sebenarnya).
Sankalpa adalah rasa egoisme, dan merupakan dasar dari kama dan nafsu. Pandit atau pandita adalah seorang yang bekerja demi dunia dan sesamanya (loka-sangraho) di dunia ini, dan hanya merasa cukup dengan apa yang didapatkannya untuk dirinya, sekedar untuk pakai dan makan saja, itu pun sebagai kelangsungan hidupnya demi Yang Maha Esa.
      Gnana-agni adalah api ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan apakah itu ? Ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa setiap tindakan sebaiknya dikerjakan tanpa suatu nafsu atau keinginan pribadi dan berdasarkan pada penerangan Sang Atman yang ada dalam diri kita sendiri. Api dari ilmu pengetahuan ini akan membersihkan semua tindakan kita dan membunuh nafsu-nafsu duniawi kita yang selalu butuh imbalan atau pamrih. Pandita semacam ini amat bijaksana, karena ia melihat aksi dalam non-aksi. Raga dan pikirannya selalu bekerja demi Yang Maha Esa dan sesamanya, tetapi untuk dirinya sendiri ia tak pernah bekerja.
20. Seseorang yang telah menanggalkan rasa-keterikatannya pada setiap tindakannya, selalu merasa cukup dengan apa adanya, tidak bersandar pada orang lain, orang semacam ini tidak melakukan apa-apa walaupun ia selalu aktif bekerja.

Page 3 of 5
21. Tidak mengharapkan apapun juga, hati dan dirinya terkendali, menanggalkan semua keserakahannya, dan bekerja dengan raganya saja - orang semacam ini tidak bertindak dosa.
22. Selalu merasa cukup dengan yang didapatkannya, bebas dari rasa dualisme yang bertentangan (dvandas), tanpa rasa iri atau cemburu, bersikap sama (balans) untuk setiap sukses atau kegagalan - walaupun ia bekerja ia tak terikat.
Orang semacam ini menerima apa saja dalam hidupnya dengan rasa tentram, tenang, damai dan selalu merasa cukup dengan apa adanya. Suka dan duka, sukses dan kegagalan, rugi dan untung, lahir dan mati, dianggap sama saja olehnya. Tak pernah ia merasa iri, dengki atau cemburu melihat kesuksesan atau kekayaan atau pun kejayaan orang lain. Baginya apa saja yang diberikan oleh Yang Maha Esa terasa cukup dan selalu ia haturkan terima-kasih kepadaNya untuk segala-galanya baik suka maupun duka. Semua tindakan orang semacam ini tak akan mengikatnya lagi ke dunia yang fana ini, karena orang semacam ini telah mendapatkan Karunia Ilahi yang tak terhingga dalam bentuk ketentraman batin dan spiritual.
23. Seorang yang keterikatannya telah mati, yang telah bebas dari duniawi (mukta), pikirannya telah teguh berdiri dalam kebijaksanaan, yang mengerjakan pekerjaannya sebagai persembahan -- maka mencairlah semua tindakan orang semacam ini.
Sang Kreshna berulang-ulang menekankan di Bhagavat Gita bagaimana seseorang dapat lepas dari kegelapan duniawi ini, yaitu dengan melakukan suatu atau setiap tindakannya berdasarkan rasa tanpa pamrih. Atau dengan kata lain semua pekerjaan yang kita lakukan haruslah berbentuk persembahan bagiNya. Rasa ego kita selalu mengatakan ini punyaku dan itu pekerjaan hasil kerjaku, sehingga yang tercipta selalu adalah suatu keterikatan duniawi, dimana kita sendiri terikat dengan ke-aku-an ciptaan kita sendiri. Padahal semua ini bukan milik kita, karena dari mana kita datang dan kemana kita akan pergi pun sebenarnya tidak ada manusia yang mengetahuinya secara pasti. Yang hadir hanyalah ilusi, dan tanpa kehendakNya tak ada yang mungkin bisa terjadi. Jadi sebaiknya secara sadar bekerjalah selalu secara aktif, tetapi jadikanlah pekerjaan itu sebagai suatu yagna (persembahan atau ibadah pengorbanan) baginya.
24. Seseorang yang terpikir bahwa tindakan pengorbanan itu Tuhan adanya. Yang dikorbankannya juga Tuhan. Dan oleh Tuhan pengorbanan itu dikorbankan ke Api Tuhan. Maka ke Tuhan jugalah pergi orang yang sadar akan Ketuhanan dalam pekerjaannya.
Sloka di atas ini merupakan suatu pesan yang amat dalam artinya. Secara amat sederhana dapat diartikan bahwa apa yang kita kerjakan, yang kita lihat, yang kita korbankan adalah Ia juga. Jadi semuanya di dunia ini berasal dari Ia, untuk Ia, dan oleh Ia. Jadi dalam segala hal sebenarnya hadir Yang Maha Esa, dan tanpa la tak ada apapun di dunia ini. Secara langsung menurut Bhagavat Gita, semua itu Ia juga adanya. Seorang yang secara sejati bekerja demi Yang Maha Esa akan dapat melihat fakta ini dalam setiap tindakannya. (Biasanya sloka di atas ini dipakai oleh orang-orang Hindu sebelum menyantap makanan mereka).
25. Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi) ada juga sementara yogin yang mempersembahkan "diri" mereka ke Api nan Agung.
       Ada pemuja-pemuja yang membakar sesajen di bara-api, menaikkan puja-puji bagi para dewa agar diberikan kepada mereka imbalan-imbalan tertentu. Tetapi ada juga pemuja-pemuja yang mempersembahkan ego diri mereka sendiri ke Api Abadi Sang Maha Kuasa (Sang Brahman). Para pemuja ini mempersembahkan semua tindakan mereka kepada Yang Maha Esa dengan tulus dan tanpa mengharapkan sesuatu imbalan. Mereka berkata terjadilah kehendakNya sesuai dengan kehendakNya.
26. Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka ke api indra-indra mereka.
      Banyak pemuja yang mengorbankan pendengaran mereka dan juga indra-indra lainnya dari kontak-kontak sensual indra-indra ini dengan obyek-obyek kontaknya. Usaha ini sebagai disiplin pribadi mereka dalam mengekang atau mengendalikan kegiatan-kegiatan indra-indra mereka seperti mulut, hidung, kuping, dan organ-organ seksual mereka. Disiplin ini dimaksud untuk pemujaan kepada Sang Atman yang bersemayam di dalam diri mereka masing-masing.
27. Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana) mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana).
28. Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka atau, dengan menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran mereka sebagai pengorbanan mereka.
29. Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama), yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai persembahan mereka.
30. Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas kehidupan (prana) mereka ke dalam prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka.

Page 4 of 5
31. Mereka-mereka yang memakan sisa-sisa makanan suci yang tersisa dari suatu persembahan (atau pengorbanan) akan mencapai Sang Brahman Yang Abadi (Tuhan). Dunia ini bukan untuk orang yang tak mau mempersembahkan suatu pengorbanan, apa lagi dunia yang lainnya, oh Arjuna.
32. Begitulah banyak ragam cara pengorbanan yang dipersembahkan dihadapan Yang Maha Abadi (cara-cara untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa). Dan ketahuilah dikau bahwa semua itu lahir dari tindakan (atau perbuatan). Dengan mengetahui hal ini dikau akan bebas.
33. Lebih baik dari pengorbanan materi adalah gnana-yagna, yaitu pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan, oh Arjuna! Karena semua tindakan, tanpa kecuali memuncak dalam kebijaksanaan (pengetahuan).
      Sang Kreshna menyebut berbagai cara persembahan atau pengorbanan yang dilakukan manusia kepadaNya. Semua yagna ini timbul berdasarkan tingkat kesadaran manusia-manusia itu sendiri berdasarkan evolusi manusia itu sendiri dalam hidup ini. Setiap manusia berdasarkan sifat-sifat prakritinya membentuk varna (tujuan hidupnya sendiri) secara pribadi masing-masing dan kemudian mempersembahkan pengorbanan kepada Yang Maha Esa sesuai dengan kondisi-kondisi yang disandangnya ini.
       Ada yang mengendalikan pendengaran mereka dengan tapasya (displin diri berupa tapa atau meditasi) yang ketat. Ada yang melepaskan semua selera-selera indra mereka dan menjauhi obyek-obyek duniawi ini. Ada yang mempersembahkan harta-benda mereka, ada juga yang mempersembahkan berbagai tindakan atau kegiatan spiritual seperti meditasi, swadhaya (membaca secara hening), ilmu, prananyama (pengendalian nafas), dan ada yang mengendalikan cara makan mereka dengan berpuasa atau berpantang sesuatu seperti daging atau benda hidup, dan lain sebagainya. Semua pengorbanan ini kalau dilaksanakan secara tulus akan mengantar seseorang ke arah jalan yang benar, dan semua pengorbanan ini merupakan tangga-tangga ke arah kebebasan karma-karma kita. Semua tindakan pengorbanan ini lahir dari karma (aksi) dan oleh orang-orang sadar banyak dilakukan untuk upaya pembersihan diri guna mencapai Yang Maha Esa. Dan barangsiapa dengan jujur, tulus dan tanpa pamrih bekerja demi Yang Esa maka lambat laun seluruh upaya-upayanya akan terpusat kepadaNya semata. Seluruh tindak-tanduk maupun perbuatannya kemudian akan dikerjakannya secara otomatis dan tanpa sadar demi Yang Maha Esa, dan sesudah itu secara sadar.
      Tetapi pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan (gnana-yoga) adalah dianggap sebagai pengorbanan yang suci untuk Yang Maha Esa, dan pengorbanan ini nilainya lebih tinggi dan luhur dibandingkan dengan pengorbanan-pengorbanan bentuk lainnya. Tetapi jangan menganggap remeh atau rendah bentuk-bentuk pengorbanan yang lainnya, karena semua itu hanya merupakan tangga-tangga dalam evolusi seorang pemuja ke arah spiritual yang lebih tinggi sifatnya. Secara otomatis, bagi seorang pemuja yang tulus semuanya akan diatur olehNya.
       Lalu pasti ada yang bertanya mengapa gnana lebih tinggi dari karma? Karena karma selalu menghasilkan imbalan atau pamrih, sedangkan gnana (pengetahuan atau kebijaksanaan) sekali tercapai akan menuju ke Yang Maha Esa, karena gnana yang lulus itu berdasarkan tanpa pamrih. Dalam kebijaksanaan terdapat kebaikan atau kebebasan dari duniawi ini untuk kita semuanya. Orang-orang bijaksana tak akan mcnyimpan ilmu pengetahuannya untuk dirinya saja, tetapi akan membagi-bagikannya kepada yang lain-lain agar tercapai kesentosaan untuk semuanya, dan semua itu dilakukannya tanpa pamrih. Karena sudah merupakan kewajiban orang-orang bijaksana ini untuk membantu sesamanya untuk menyeberangi lautan luas duniawi ini ke ujung pantainya Yang Maha Esa. Inilah gnana-yagna, yaitu pengorbanan agung dan suci ilmu pengetahuan sejati mereka demi Yang Maha Esa.
34. Pelajarilah kebijaksanaan dengan merendahkan-diri, dengan bertanya (studi) dan dengan bekerja demi seorang guru yang bijaksana). Orang-orang yang bijaksana yang telah melihat Kebenaran - akan mengajarimu dengan penuh kebijaksanaan.
Kebijaksanaan akan diajarkan oleh mereka-mereka yang telah mencapai kebijaksanaan ini, yang penting bagi seorang yang ingin mempelajarinya adalah dengan mengikuti tiga faktor berikut ini: pertama, harus memiliki rasa rendah-diri (pranipaia) dalam segala hal, dan ia akan dapat banyak belajar dari seorang guru yang bijaksana. Kedua disebut pariprashna, yaitu dengan studi atau penyelidikan yang seksama. la harus mencari sendiri kebijaksanaan ini dengan aktif dan dengan rajin mempelajari ajaran-ajaran para gurunya. Untuk mengerti sendiri arti dari kebijaksanaan ini haruslah menghayatinya secara pribadi. Ketiga, Seva, yaitu bekerja demi sang guru spiritual ini, yaitu sifatnya melayani segala kebutuhan hidup sang guru dengan bekerja untuknya tanpa pamrih, dan menganggap sang guru ini sebagai orang-tuanya sendiri yang harus diperhatikan segala bentuk kehidupannya. Seorang guru yang baik dan tulus sebaliknya akan selalu menolak bakti dari muridnya secara halus, tetapi sang murid harus sadar akan kewajibannya, karena inilah salah satu tangga dari bakti kepada Yang Maha Esa dan sesamanya di dunia ini.
Sebenarnya Guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam di dalam diri kita masing-masing, tetapi sebagai manusia kita lebih condong kepada bentuk duniawi daripada mendengar suara hati nurani kita sendiri, sehingga selalu diperlukan seorang guru spiritual pada awalnya untuk kita semua agar kita dapat lebih memahami apa yang sedang kita pelajari. Pada tahap lanjut nanti seorang guru spiritual hanya berfungsi sebagai jembatan, dan mengantarkan kita ke Sang Adhi Guru yang sebenarnya tidak jauh berada dari kita semua.
Sebenarnya dalam kepercayaan agama Hindu, seorang yang tulus dan ingin menuju ke jalan Yang Maha Esa, tidak perlu kesana-kemari secara mati-matian untuk mencari seorang guru spiritual baginya. Yang penting adalah menyiapkan diri dan batinnya secara tulus dan memohon kepada Yang Maha Esa agar dituntun jalannya, maka pada bentuk seorang guru dan membimbingnya kearah Yang Maha Esa. Percaya atau tidak, tetapi seorang guru spiritual pasti akan datang atau bertemu sendiri dengan murid pilihannya sendiri pada suatu waktu yang tepat. Seorang pemuja yang tulus dengan ini bukan berarti lalu diam-diam saja; tidak, ia harus berusaha dengan tulus untuk menemukan guru ini, tetapi semuanya akan terjadi pada saatnya yang tepat. Kemudian kalau ini terjadi belajarlah sang murid dengan tulus dan penuh dengan kerendahan hatinya, dan pada suatu waktu yang tepat sang guru ini akan menurunkan kebijaksanaannya kepada sang murid ini. Ada guru-guru yang begitu luar biasa kharismanya sehingga dalam sekejap dapat membuka pintu hati sang murid dengan satu sentuhan spiritual saja. Semua ini tentunya berdasarkan persiapan mental yang tulus dari sang murid dan atas berkah Yang Maha Esa semata. Sebenarnya semuanya sudah diatur olehNya juga, tidak lebih dan tidak kurang. Om Tat Sat.
35. Dan setelah mengenal kebijaksanaan ini (gnana) dikau, oh Arjuna, tak akan jatuh lagi kedalam kekalutan. Karena dalam kebijaksanaan ini, dikau akan melihat semua makhluk, tanpa kecuali, berintikan pada Sang Atman, dan lalu dalam DiriKu.
Kebijaksanaan ini sebenarnya adalah ilmu pengetahuan spiritual, ilmu pengetahuan yang sejati yang membuka kenyataan tentang kesatuan antara kita dengan Yang Maha    Esa. Kesatuan antara semua makhluk dengan Sang Atman, dengan jiwa kita, dengan Yang Maha Esa. Dan kalau suatu waktu kita betul-betul sadar sendiri akan kesatuan ini, maka tercapailah kesadaran-diri atau kesadaran akan hadirNya dan kesatuanNya Yang Maha Esa dengan diri kita.
       Kebijaksanaan ini adalah melihat atau mengerti dalam arti yang sebenarnya, bahwa semua di dunia ini jatuh dalam satu garis atau suatu kesatuan, yaitu Yang Maha Esa. Kita tidak hanya harus percaya atau merasa atau mengerti, tetapi setelah mencapai kebijaksanaan ini seseorang akan melihat bahwa semua makhluk, benda, susunan kosmos atau alam semesta ini beserta seluruh isinya berada dalam suatu kesatuan yang Esa, yaitu kesatuan Sang Atman. Para ilmuwan mengatakan bahwa setiap benda ada dan bergerak di alam semesta ini. Seseorang yang sadar melihat bahwa setiap benda ada dan bergerak dalam suatu kesatuan Ilahi.
36. Walaupun dikau ini adalah seorang yang paling berdosa di antara mereka-mereka yang berdosa, tetapi dikau dapat menyeberangi semua dosa-dosa ini hanya dengan berperahu kebijaksanaan saja.
       Kata-kata atau sabda Sang Kreshna ini penuh dengan pesan-pesan harapan bagi kita, manusia, coba bayangkan bahkan seorang yang paling berdosapun dapat langsung mencapai Yang Maha Kuasa dengan dedikasi yang tinggi. Kalau dipikir-pikir siapa di dunia ini yang tak pernah berdosa atau pernah sesat dalam hidupnya, dan tak seorangpun ini harus kehilangan harapannya, selama ia mau mengoreksi kehidupannya dan berjalan penuh dedikasi dan kesadaran kepadaNya. Ia akan mengangkat kita semua dari lembah dosa dan menuntun tangan kita kearahNya selalu. Semua rasa keterikatan duniawi adalah dosa, dan bukan saja keterikatan pada hal-hal yang tidak baik, tetapi keterikatan pada hal-hal yang dianggap baik seperti dharma itu sendiri, atau pada rasa egoisme yang dianggap positif. Seseorang yang merasa dirinya adalah orang berdosa. Jadi sebelum meneliti seseorang lain, sebaiknya hilangkan dulu rasa egoisme pribadi kita.
37. Ibarat api yang membara membakar kayu-kayu menjadi abu, oh Arjuna, begitu pun api kebijaksanaan membakar semua aksi (tindakan) menjadi abu.
Gnana (kebijaksanaan) membakar semua karma kita yang telah terkumpul maupun yang akan datang menjadi abu, maksudnya gnana itu begitu tinggi nilainya sehingga semua karma kita termasuk yang akan datang dapat tumpas karenanya. Dan hanya karma yang telah membuahkan hasil saja yang harus dilewati.
38. Sebenarnya tidak ada yang lebih menyucikan diri selain kebijaksanaan. Seseorang yang telah sempurna dalam yoga (ilmu pengetahuan)nya, akan menemukan kebijaksanaan ini di dalam dirinya sendiri -- Sang Atmannya, sesuai dengan waktunya.
39. Seseorang yang mempunyai iman dan telah bersatu dalam kebijaksanaan dan telah menguasai indra-indranya - ia akan mendapatkan kebijaksanaan ini. Dan setelah mencapai kebijaksanaan ini maka segera ia menuju ke Kedamaian Yang Abadi (Ketenangan Ilahi, dimana tidak ada kematian lagi.)
40. Tetapi barangsiapa yang tidak tahu, tidak memiliki kepercayaan, yang selalu ragu-ragu sifatnya, akan pergi ke kehancuran. Untuk seseorang yang ragu-ragu tak akan ada dunia ini atau dunia yang lebih tinggi iagi, bahkan baginya tidak ada kebahagiaan.
Kepercayaan yang sifatnya penuh dengan keragu-raguan pada yang akan menyesalkan seseorang dalam perjalanannya mencari kebenaran. Rasa ragu-ragu mengisi jiwa seseorang dengan keputus-asaan, dan terhambatlah sinar yang menerangi orang ini.

Page 5 of 5
41.  Seseorang yang telah menyerahkan semua aksi atau tindakan-tindakannya dalam yoga (bekerja tanpa pamrih), yang telah menebas keragu-raguannya dengan kebijaksanaannya, dan selalu memiliki Sang Atman (yang selalu dibawah raungan atau perintah Sang Atman) - maka untuk orang semacam ini tidak ada aksi yang mengikatnya, o Arjuna!
      Seseorang yang sesuai dengan karma-yoga bekerja tanpa pamrih walau apapun statusnya dalam masyarakat, dan telah bulat tekadnya ke arah Yang Maha Esa, dan telah hilang sama sekali keragu-raguannya, maka orang semacam ini hanya bekerja demi Yang Maha Esa sesuai dengan bisikan Sang Atman; untuk yang telah mencapai status ini tak ada karma atau aksi yang mengikatnya. Orang semacam ini dikatakan telah mempersembahkan karmanya kepada Yang Maha Esa sebagai persembahan kasih-sayangnya pada Ilahi. Dan ia pun akan memiliki Sang Atman dalam dirinya secara sadar. Ia akan dituntun dalam segala aksinya, dijauhkan dari kegelapan duniawi. Secara benar dan sadar ia akan merasakan semua bisikan dan tuntunan Sang Atman di dalam dirinya, dan ini merupakan suatu tahap yang sangat tinggi dalam kehidupan spiritual seseorang. Dan tidak ada lagi tahap yang lebih tinggi dalam kehidupannya sebagai manusia, karena ia telah mencapai status yang terpilih olehNya.
42.  Dengan demikian, tebas dan buanglah jauh-jauh keragu-raguan dalam hatimu, yang timbul dari kekurang-pengetahuanmu, teguhkan dirimu dalam yoga (ilmu pengetahuan sejati) dan berdirilah, oh Arjuna!
       Seseorang yang penuh dengan kebijaksanaan adalah seorang manusia yang bebas dan tak ada aksi atau tindakan yang dapat mengikatnya lagi, karena setiap ia bertindak ia selalu menyerahkannya kepada Yang Maha Esa secara sadar dan tulus; orang semacam ini telah menebas habis keragu-raguannya dengan imannya yang tebal terhadap Yang Maha Esa.
       Pesan Sang Kreshna untuk Arjuna di atas ini sebenarnya berlaku untuk kita semua dan bermakna bangkitlah dan maju berperang, dikau prajurit-prajurit Yang Maha Esa, bangkitlah dan bekerja demi kewajibanmu sebagai seorang karma-yogi, bekerjalah tanpa pamrih. Adalah kewajibanmu (dharma) untuk berperang melawan angkara-murka, nafsu dan keinginan duniawi yang sebenarnya adalah kegelapan yang melilitmu dari jalan kembali ke Yang Maha Pencipta.
Demikianlah dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu pengetahuan yang abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab keempat yang disebut Gnana Yoga atau Ilmu Pengetahuan tentang Kebijaksanaan.

Bab 05 - Jalan Penyerahan
Page 1 of 3
Berkatalah Arjuna:
1.       Dikau memuji karma-sanyasa (penyerahan total sesuatu aksi kepada Yang Maha Esa) oh Kreshna, dan juga Dikau menganjurkan bekerja secara benar (karma-yoga). Di antara keduanya ini yang manakah yang lebih baik? Beritahukanlah daku akan kepastiannya.
       Arjuna mulai ragu-ragu lagi akan ucapan-ucapan Sang Kreshna dan dengan jujur ia mengemukakan keragu-raguannya ini kepada Sang Kreshna. Di bab-bab yang telah lalu, Sang Kreshna berbicara tentang gnana dan karma, yaitu tentang ilmu pengetahuan sejati dan tentang cara bekerja yang baik dan benar. Bagi Arjuna kedua hal ini nampak saling bertentangan sifatnya, karena baginya doktrin atau ajaran tentang ilmu pengetahuan yang sejati dianggapnya menganjurkan pekerjaan atau dharma yang benar. Bagi Arjuna ini nampaknya dua jalan yang berbeda, bagi Sang Kreshna kedua-duanya adalah sama. Tetapi bagi Arjuna rupanya semua keterangan Sang Kreshna terasa masih belum memuaskan batinnya, dan ia masih memerlukan pengarahan yang lebih pasti.
       Kembali ke Sang Kreshna, maka kedua ajaran ini kalau dilakukan dengan benar dan tulus maka akan mengangkat si pemuja ke strata spiritual yang lebih tinggi, tetapi bagi Arjuna yang masih kurang pengetahuannya ini malahan merupakan tanda-tanya. Dan ini wajar sekali! Arjuna menanyakan apakah ia harus melepaskan karmanya sebagai seorang kshatria dan mengabdi seterusnya ke jalan sanyasa (ajaran Sankhya) atau ia harus bekerja sesuai dengan karmanya sebagai seorang kshatria dan berperang sampai tuntas (seperti ajaran yoga!). Yang mana yang harus dipilihnya? la menjadi ragu-ragu sendiri. Banyak orang-orang Hindu beranggapan bahwa kehidupan sanyasa (lepas dari segala aksi) dapat menghasilkan kebebasan. Dan dalam hal ini Arjuna berpikir kalau ia tetap jadi seorang kshatria maka ia akan terhambat dalam perjalanan spiritualnya, dan ia bersiap-siap untuk berubah haluan menjadi seorang sanyasin (pertapa), tetapi sebelumnya ia ingin minta kepastian dulu dari Sang Kreshna, Sang Adhi Guru.

Berkatalah Sang Maha Pengasih:
2.       Sanyasa (lepas dari segala aksi) dan karma-yoga (bekerja tanpa pamrih), kedua-duanya menuju ke Yang Maha Esa. Tetapi diantara keduanya, karma-yogalah yang lebih baik daripada sanyasa.

Sebenarnya inti kedua ajaran ini tidak berbeda, dan menurut Sang Kreshna  karma-yoga lebih baik. Seorang karma-yogi sebenarnya di dalam batinnya adalah seorang sanyasi, karena secara mental ia telah dan selalu memasrahkan (mempersembahkan) setiap aksi atau pekerjaan dan perbuatannya kepada Yang Maha Esa semata, walaupun ia sibuk bekerja seaktif apapun juga. Dan dengan jalan ini ia lepas dari segala ikatan mati dan hidup, dan lebih cepat mencapai yang Maha Esa. Sedangkan jalan sanyasa atau gnana-marga (jalan ilmu pengetahuan) itu sifatnya sulit dan berbelit-belit, jadi menurut Sang Kreshna lebih baik untuk berjalan menganut ajaran karma-yoga yang lebih mudah.

3.       Seseorang yang tidak membenci atau bernafsu (menginginkan segala sesuatu) adalah seorang sanyasi yang konstan. Karena seorang yang telah lepas dari dvandas (dua rasa yang saling berlawanan), akan cepat lepas dari keterikatan duniawi, oh Arjuna!
       Dvandas seperti yang sudah disebut dan diterangkan pada bab-bab yang lalu, adalah dua sifat atau rasa yang berlawanan yang mengikat setiap manusia. Kedua rasa atau sifat ini adalah musuh-musuh besar seorang manusia. Seorang karma-yogi tidak akan mengacuhkan kedua-duanya lagi dan memasrahkan semua yang dialaminya kepada KehendakNya semata, dan sekiranya ini dilakukan penuh kesadaran dan dengan jiwa yang tulus maka ia pun terlepaslah dari keterikatan karma-karmanya. Seorang sanyasi yang konstan, adalah seorang yang tidak pernah menginginkan sesuatu ataupun tidak bernafsu akan sesuatu, dan sifatnya ini konstan, jadi terus-menerus ia akan berpikir dan bertindak demikian karena sudah menjadi itikadnya yang tegas dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal ini timbul dari kesadarannya yang tinggi. Hidupnya adalah suatu hal yang netral, semua suka dan duka, untung dan rugi sama saja harkat atau artinya, dan baginya semua ini selalu datang dan pergi tidak pernah abadi, jadi ia selalu tidak acuh lagi kepada dua sifat yang berlawanan ini. Dengan begitu lepaslah ia dari semua ilusi duniawi ini karena memang ia secara sadar tidak mau terikat olehnya, walaupun sebenarnya ia tinggal dan bekerja di dunia ini yang penuh dengan segala aktivitas yang tak kunjung habis-habisnya.
4.   Hanya anak-anak, dan bukan orang-orang bijaksana, yang mengatakan bahwa ajaran Sankhya dan ajaran yoga sebagai dua hal yang berbeda. Seseorang yang telah mapan dalam salah satu ajaran ini mendapatkan imbalan dari kedua-duanya.
5.   Tingkat tertinggi yang dicapai oleh para penganut Sankhya juga dicapai oleh penganut ajaran Yoga. Barangsiapa melihat (menyadari) bahwa ajaran Sankhya dan Yoga adalah satu benar-benar melihat dengan mata yang terang.
Ilmu pengetahuan yang sejati dan aksi atau tindakan tanpa pamrih sebenarnya bagi Sang Kreshna adalah dua hal yang sama saja arti dan maknanya, dan lebih dari itu satu saja  tujuannya, yaitu Yang Maha Esa. Ambillah salah satu jalan yang berkenan di hati dan sesuai dengan keinginan pribadi kita yang tulus, dan berjalanlah di jalan tersebut dengan tulus dan pada suatu saat nanti kita akan mendapati bahwa ujung jalan ternyata berakhir pada titik yang sama. Kedua penganut masing-masing jalan yang nampak berbeda ini pada hakikatnya sama-sama bebas dari nafsu-nafsu duniawi ini dengan segala ikatan-ikatan dan ilusi-ilusinya.
6.   Tetapi tanpa Yoga, oh Arjuna, penyerahan diri (secara total) itu sukar dicapai
Seorang yang suci yang telah terbiasa dengan Yoga (jalan aksi), segera
mencapai Sang Brahman, Yang Maha Esa.
       Penyerahan diri secara total tidak begitu saja dapat dicapai seseorang. Tetapi harus dengan kerja keras, dan proses ini berlangsung secara progresif (maju terus) bagi orang-orang yang telah melepaskan egonya dan berdedikasi kepada Yang Maha Esa. Ego pribadi adalah salah satu elemen yang paling sukar dikendalikan dalam diri kita dan selalu hadir pada setiap orang dalam bentuk yang berganti-ganti dan beraneka-ragam, seakan-akan tidak ada habis-habisnya. Dan semua itu butuh kesabaran dan dedikasi dan proses yang lama, baru dapat dikurangi tahap demi tahap dan kemudian sama sekali dihilangkan. Dan tanpa karma-yoga, sabda Sang Kreshna, jalan kearah Sanyasa atau gnana-marga ini akan jadi lebih sulit karena bisa-bisa seseorang jatuh sebelum mencapainya. Jalan karma-yoga  menyucikan  dan melicinkan langkah kita ke arah Yang maha Esa, semuanya kemudian menjadi lebih cepat untuk mencapaiNya.
Seseorang boleh saja berpikir bahwa ia sudah sadar, bahwa semua di dunia ini hanya ilusi Sang Maya, dan ia sendiri sudah mencapai kesempurnaan dalam kebijaksanaan. Tetapi kalau ia tidak mempraktekkan dan menghayati karma-yoga dengan baik dan benar, maka ia akan jatuh karena egonya, atau karena nafsu-nafsu dan kemarahannya. Dan Sang Maya kemudian menjadi lebih kuat lagi baginya.   Tetapi sekali ia tersucikan oleh karma-yoga, maka cepat ia akan lepas-landas ke arah Yang Maha Esa. Jadi seyogyanyalah seseorang selalu berjalan dijalannya karma-yoga dengan teguh.
7.    la yang penuh dedikasi dalam tindakannya dan suci jiwanya, yang merupakan tuan bagi dirinya sendiri dan telah menguasai indra-indranya, yang sadar bahwa Dirinya adalah Diri yang sama dalam setiap makhluk - walaupun ia bekerja (bertindak), ia tak akan tersentuh sedikit pun oleh pekerjaan atau tindakan itu.
Mengapa ia tak tersentuh sedikitpun oleh tindakan-tindakannya? Karena ia tidak kerja untuk diri pribadinya sendiri. Sang Atman, Sang Jati Diri -- Sang Kreshna yang ada di dalam jiwalah yang melakukannya. Ia melihat, mendengar, menyentuh, mencium., makan, bergerak, tidur, bernafas, berbicara, tetapi Ia sadar semua itu hanya tindakan-tindakan alamiah ke obyeknya masing-masing. Ia sadar sebenarnya ia tidak melakukan apa-apa, ia hanya alatNya saja, dan dipakai olehNya sesuai dengan KehendakNya.
8.    Seseorang yang telah bersatu dengan Yang Maha Suci, yang sadar akan Kebenaran akan selalu berpikir, "aku tak melakukan apa-apa." Karena dikala melihat, mendengar, menyentuh, mencium, memakan, bergerak, tidur, bernafas.
9.   Dikala berbicara, memberi, mengambil, membuka dan manutup-mata, ia sadar bahwa yang bergerak hanyalah indra-indranya dan diantara obyek-obyek indra-indra itu sendiri.
10.  Seseorang yang bertindak (bekerja), sambil melepaskan keterikatannya, menyerahkan semua tindakan-tindakannya kepada Yang Maha Esa, tidak akan tersentuh oleh dosa, ibarat bunga teratai yang tak tersentuhkan oleh air.
Di sloka delapan dan sembilan di atas diterangkan dengan baik mengenai disiplin pribadi seseorang yang melakukan gnana-yoga. Orang semacam ini tidak pernah merasa bahwa ialah "pelaku semua tindakan." Di sloka sepuluh di atas, diterangkan sekali lagi bahwa seorang karma-yogi sejati akan selalu bekerja tanpa pamrih, karena semua tindakannya adalah demi Yang Maha Esa.

Page 2 of 3
11. Para yogi, sambil melepaskan keterikatannya, bekerja mempergunakan tubuh, pikiran, intelektual (buddhi), atau dengan indra-indra mereka demi penyucian jiwa mereka.
Seorang karma-yogi yang sejati merasa bahwa tindakan-tindakan raganya, pikirannya, intelektualnya dan indra-indranya bukanlah tindakan atau perbuatan dirinya, melainkan hanyalah ekspresi dari dirinya, yang sebenarnya adalah alat saja dari yang Maha Esa. Kemudian ia sadar bahwa ia sebenarnya bukan raga, bukan pikiran, bukan intelektual, bukan indra-indra tetapi dirinya sendiri sebenarnya adalah Sang Atman, Sang Jati DiriNya Yang Sejati. Dengan menyadari hal tersebut dan bekerja demi Yang Maha Esa tanpa pamrih, maka ia selalu gembira dan dapat bekerja demi Yang Maha Esa tanpa merasa bosan atau tanpa habis-habisnya.
12. Seseorang yang telah bersatu denganNya, yang telah mengesampingkan semua imbalan dari tindakan-tindakannya, mencapai ketenangan yang abadi. Tetapi seseorang yang jiwanya tidak bersatu denganNya, didorong oleh nafsu-nafsunya dan terikat pada pamrih-pamrihnya, maka terbelenggulah ia.
      Sekali mencapai persatuan dengan Yang Maha Esa, maka seseorang langsung mendapatkan ketenangan yang abadi, karena lepas sudah ia dari beban-beban imbalan kerjanya. Tetapi seseorang yang tidak dapat bersatu denganNya, akan selalu terkurung atau terpenjara oleh aksi dan hasil dari aksi ini, yang dilakukannya berdasarkan dorongan nafsu dan keinginannya yang beraneka-ragawi. Hasilnya pun tentu beraneka-ragam.
13. Melepaskan semua tindakan secara mental, jiwa yang memiliki raga ini bersemayam secara tenang di kota yang memiliki sembilan pintu gerbang, tidak bekerja maupun memerintahkan suatu pekerjaan.
      Untuk mencapai status "yang bersemayam di dalam tubuh kita tanpa kerja atau memerintahkan suatu pekerjaan," adalah seseorang yang jiwanya telah mencapai suatu tahap tertinggi dalam kebijaksanaannya. Ia tidak terlibat akan suatu pekerjaan dan ia pun tak mau melibatkan orang lain -- ia hidup dan bekerja tanpa suatu nafsu atau keinginan pribadi, dengan kata lain semuanya dilakukannya tanpa pamrih - ia adalah seorang karma-yogi yang sejati.
       Kota yang berpintu gerbang sembilan adalah raga kita sendiri, yaitu dengan dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, satu mulut, satu lubang anus dan satu lubang kemaluan, semuanya berjumlah sembilan lubang atau pintu gerbang raga kita.
14. Sang Maha Kuasa Pemilik Seluruh Alam Semesta ini (Sang Prabhu) tidak menciptakan manusia sebagai agen-agen DiriNya, tidak juga Ia bertindak. Tidak juga Ia mengaitkan pekerjaan dengan imbalannya. Semua ini dilakukan oleh Svabhaba (alam).
Sang Prabhu adalah Diri Yang Sejati dari setiap hal di dunia ini. Diri Yang Sejati ini adalah Sinar yang bersemayam di raga setiap makhluk. Ia tidak bekerja maupun mengakibatkan sesuatu pekerjaan manusia atau makhluk, juga tidak tersentuh kebaikan maupun keburukan. Dan di dalam Sinar inilah para pencari Kebenaran Sejati atau Kebenaran Hidup ini mencari perlindungan demi melawan segala cobaan Sang Maya yang selalu hadir menghadang. Di dalam sinar ini kemudian timbullah kesadaran seseorang yang mencari kebenaran yang sejati bahwa hidup ini sebenarnya adalah persembahan demi Yang Maha Kuasa oleh sekalian makhluk-makhluk ciptaanNya.
15. Yang Maha Pengasih tidak mengambil baik maupun buruk untuk DiriNya sendiri. kebijaksanaan itu terbungkus oleh kekurangan-pengetahuan, dan para makhluk pun jadi kalut karenanya.
      Yang Maha Esa itu hadir dimana saja dan selalu sempurna adaNya. Ia tak pernah tersentuh oleh dosa-dosa dan perbuatan baik manusia, karena Ia bersemayam jauh dari dosa dan kebaikan ini. Ia lah Sang Atman, Sinar Ilahi. Ini terbungkus oleh kegelapan yang ditimbulkan oleh ilusi, dan kalut atau bingunglah manusia karenanya. Dibawah pengaruh ilusi (bahwa kita ini terpisah dari Yang Maha Esa), maka jiwa kita senantiasa berpikir bahwa jiwa kita atau tubuh kitalah yang bertindak dalam segala sesuatu hal. Dan kalau pengaruh ilusi ini dapat disingkapkan, maka para pencari kebenaran hidup ini, akan masuk ke dalam ruang-dalam nurani kita di mana bersinarlah kebijaksanaan ~ Kebijaksanaan Sang Atman. Disinilah seorangjignasu (pencari kebenaran hidup ini) sadar bahwa ia sebenarnya satu dengan semuanya, dan kepadanyalah akan terlihat Yang Maha Esa, Yang Tanpa Nama dan Abadi (Tat), yang tidak pernah tersentuh oleh kebaikan maupun keburukan yang diakibatkan oleh pekerjaan manusia.
16. Seseorang yang kekurang-pengetahuannya (kegelapannya) telah dihancurkan oleh kebijaksanaan Sang Atman, maka di dalam diri mereka, kebijaksanaan ini bersinar laksana Sang Surya, mamancarkan keagungan Yang Maha Esa.
Berbahagialah mereka yang telah mencapai tahap kebijaksanaan, yaitu ilmu pengetahuan mengenai Sang Atman, Sang Jati Diri, Sang Kreshna sendiri yang bersemayam di dalam diri mereka sendiri, karena kebijaksanaan ini memancarkan cahaya Ilahi di dalam diri mereka laksana terangnya Sang Surya, menyibak semua kegelapan duniawi, dan menerangi jiwa mereka.
17.  Mereka yang intelektual (buddhi) dan pikirannya sudah bersatu utuh denganNya, yang selalu berada dalam naungan Yang Maha Esa, dan akhirnya menyatu denganNya --- orang-orang semacam ini pergi ke tempat dimana mereka tak kembali lagi, karena dosa-dosa mereka hapus oleh kebijaksanaan.
      Para yogi yang sejati ini selalu hidup dalam naungan Yang Maha Esa dan mendasarkan setiap tindakan mereka sesuai dengan kehendak Ilahi -- hidup mereka selalu dalam Ilahi, begitupun jalan pikiran dan tujuan mereka tak pernah lepas dariNya. Sewaktu orang-orang semacam ini meninggalkan raga mereka (meninggal-dunia) maka mereka pergi ke tempat dimana mereka tak kembali lagi kedunia ini, lepas dari kehidupan dan kematian selanjutya.
18. Orang-orang suci ini memandang secara sama pada seorang Brahmin yang terpelajar dan yang penuh rasa rendah-diri, atau pada seekor sapi, atau pada seekor gajah, bahkan pada seekor anjing dan pada seorang pariah (kasta yang dianggap terendah diantara semua kasta).
       Para yogi yang sejati yang telah suci ini tidak mempunyai diskriminasi sedikitpun; bagi mereka semua makhluk ciptaan Tuhan itu sama saja derajatnya, karena dalam setiap makhluk sebenarnya bersemayam Sang Atman yang Tunggal. Bagi mereka diskriminasi kasta adalah tidak wajar, bahkan seekor anjing pun bagi mereka derajatnya sejajar.
19. Bahkan di sini (di bumi ini) semua hal-hal duniawi dapat teratasi bagi mereka-mereka yang jiwanya telah bersatu dalam suatu kesamaan. Yang Maha Esa adalah nirdosha, yaitu tak tersentuh oleh dosa, dan Ia sama bagi semua makhluk. Mereka yang sadar hal ini telah bersatu denganNya.
20. Dengan inteleknya yang teguh dan tidak terombang-ombing, bersatu dengan Yang Maha Esa, maka seseorang yang telah mengenal Sang Brahman tidak akan gembira dikala senang dan tidak akan bersedih dikala dilanda kesusahan.

Page 3 of 3
21. Tidak terikat pada kontak-kontak eksternal (luar) dan mendapatkan kebahagiaan di dalam DiriNya (Sang Atman), seorang yoga-yukta yang tak bersatu dengan Yang Maha Esa, merasakan keberkahan tanpa habis-habisnya.
22. Kesenangan yang lahir dari kontak-kontak (dengan obyek-obyeknya) sebenarnya permulaan (asal) dari penderitaan. Kesenangan-kesenangan ini ada awalnya dan juga ada akhirnya, oh Arjuna! Seorang yang bijaksana tak akan bergembira dengan kesenangan-kesenangan ini.
      Para yogi yang bijaksana tak akan bergembira dengan hal-hal duniawi yang menyenangkan (priyam) ataupun bersedih dengan hal-hal keduniawian yang penuh  dengan penderitaan atau kesedihan. Karena semua kebahagiaan mereka sudah terpusat sepenuhnya pada Sang Atman, pada Sang Kreshna yang bersemayam di dalam diri mereka. Mereka sadar kesenangan dan kesedihan duniawi bersifat sementara saja semua itu datang dan pergi, sedangkan Yang Maha Esa sifatnya abadi dan tak ada habis berkahNya.
       Dan mereka ini pun sadar bahwa semua kesenangan duniawi itu sebenarnya adalah awal atau asal dari berbagai penderitaan yang beraneka-ragam sifatnya, seperti kehilangan seseorang yang amat disayangi, sakit atau penderitaan ragawi, masa tua, dan banyak hal lainnya, yang kalau ditelaah merupakan kesenangan pada awalnya tetapi selalu berakhir dengan kesedihan atau penderitaan. Dan semua penderitaan ini kemudian akan menimbulkan kama (nafsu) dan krodha (kemarahan), dan masuklah seseorang kemudian ke dalam lingkaran setan dari penderitaan ini, yang nampaknya tak ada habis-habisnya.
23. Seseorang yang di dunia ini (di bumi ini), sebelum meninggalkan raganya berhasil menahan gejolak nafsu dan kemarahannya, maka ia telah bersatu dengan Yang Maha Esa. Orang ini adalah orang yang bahagia.
       Seorang yogi yang bahagia secara murni, adalah orang yang penuh dengan kendali diri. Dan pengendalian diri ini dipelajari di bumi ini, karena memang bumi-loka ini tempatnya setiap manusia belajar berbagai aspek Ketuhanan dan mengenal dirinya sendiri secara spiritual, bukan di tempat lain. Dan sekali pengendalian diri ini tercapai secara utuh dan tulus, maka akan didapatkan berkahNya yang tak kunjung habis-habisnya. Maka seyogyanyalah setiap manusia belajar untuk mengendalikan nafsu dan keinginan-keinginannya, pertahankanlah tekad ke arah ini dan bangkitlah lagi setiap  tersandung jatuh, kemudian tegak maju lagi secara lebih tegar. Di mana ada tekad di situ pasti ada jalan. Perangilah nafsu dan kemarahan dan pada suatu saat yang tepat, dengan tekad yang kuat, dikau pasti akan berhasil mandapatkan kebijaksanaan ini.
24. Barangsiapa memiliki kebahagiaan di dalam dirinya, barangsiapa memiliki kegembiraan di dalam dirinya, barangsiapa memiliki sinar di dalam dirinya, maka yogi semacam ini berubah sifatnya menjadi suci dan mencapai keindahan Yang Maha Esa (Brahmanirvana).
      Seseorang yogi yang sejati selalu mencari kebahagiaan di dalam diriNya (Sang Atman) dan merasa bahagia dengan apa saja yang didapatkannya dari Sang Atman. Yogi semacam ini sudah berdiri di atas ketiga guna (sifat-sifat alami atau prakriti) dan telah mencapai suatu sifat yang suci yang merupakan karunia Ilahi yang tak ternilai sifatnya. Ia langsung berasimilasi dengan Yang Maha Esa. Brahma nirvana adalah suatu status dimana meleburlah semua nafsu-nafsu pribadi seseorang dalam sinarNya Yang Maha Esa, dan seorang yogi yang telah mencapai tahap ini menjadi seorang resi (seorang yang dianggap suci), yang jiwanya sudah dipasrahkan secara total kepadaNya, Yang Maha Abadi.
25. Para Resi (orang-orang suci) yang dosa-dosanya telah hapus, yang keragu-raguannya (rasa dualismenya yang bertentangan) telah tertebas habis, yang pikirannya penuh dengan disiplin, dan yang bahagia dalam kesejahteraan semua makhluk, mencapai Brahma nirvana.
      Para orang-orang suci yang dosa-dosanya telah tertebas habis, begitupun dengan keragu-    raguannya mereka akan hal-hal yang menyenangkan maupun yang sebaliknya, yang indra-indranya telah terkendali dengan baik; maka setiap tindakan mereka adalah demi kesejahteraan semua makhluk di dunia ini. Mereka ini bersatu dengan Yang Maha Esa (Sang Brahman) dan mereka ini mengenal yang disebut nirvana, yaitu Kedamaian Yang Abadi (Keindahan Ilahi).
26. Keindahan Ilahi terletak dekat dengan mereka yang suci, yang telah lepas dari nafsu dan kemarahan, yang telah mengendalikan pikiran mereka dan telah sadar akan DiriNya.
27. Menutup diri dari kontak-kontak eksternal (luar), memusatkan pandangan pada sela kedua alis-mata, dan menyelaraskan nafas yang masuk dan keluar dari lubang-lubang hidung.
28. Dengan mengendalikan indra-indranya, pikirannya dan intelektualnya, seseorang yang yang suci yang berkeinginan bebas dan telah berhasil menyingkirkan nafsu, ketakutan dan kemarahan, akan benar-benar terbebas.
29. Dan mengetahui Aku sebagai Yang Menikmati semua persembahan dan pengorbanan, sebagai Yang Maha Memerintah seluruh isi alam, Yang Mencintai semua yang hidup, maka orang suci semacam ini akan menuju ke kedamaian.
Setiap insan yang mengenal Sang Jati Diri (Sang Atman), akan menemui Kedamaian Yang Abadi (Brahma-nirvana). Pengetahuan tentang hal ini disebut kebijaksanaan, yang mengusir semua nafsu dan keinginan-keinginan kita dan membuat seorang berubah sifatnya menjadi sederhana dan stabil jalan pikirannya (terkendali, atau dalam kendali). Proses ini menjadi lebih mudah lagi kalau ditambah dengan latihan pranayama (yaitu pernafasan yang terkendali atau meditasi). Dan yang ingin mencoba pranayama atau meditasi ini harus:
1)      Membebaskan     atau    mengeluarkan atau menjauhkan semua bentuk pikiran-pikiran yang datang mengganggu. Jadi tidak memikirkan apapun juga selain Sang Atman yang ada di dalam dirinya. Dapat dimulai dengan membayangkan wajah seorang Dewa atau sang guru yang dihormatinya. Ini yang dinamakan menjauhi kontak-kontak eksternal.
2)      Memusatkan pandangannya pada titik yang terletak di tengah-tengah kedua alis mata, dan
3)      Menyelaraskan masuk dan keluaraya nafas dari dan ke lubang hidung kita. Baik irama, panjang dan lama nafas yang masuk dan keluar ini harus seimbang mungkin, Sebaiknya perlahan-lahan saja, setelah lama berlatih, maka masuk-keluar nafas ini membebaskan indra-indra, pikiran dan intelektual kita dari kekuasaan nafsu dan berbagai keinginan, dari rasa takut dan berbagai pikiran yang selalu silih-berganti. Lebih dari itu seorang yang melakukan meditasi ini harus sadar bahwa Yang Maha Esa adalah sebagai Asimilator atau Sang Penerima semua bentuk yagna dan tapa, dan juga orang atau pemuja ini harus mengenal Yang Maha Esa sebagai Yang Maha Memiliki alam semesta ini beserta seluruh isinya, mengenalnya sebagai Yang Maha Pengasih semua makhluk-makhluk ciptaanNya, mengenal Yang Maha Esa dalam bentuk manusiaNya sebagai Sang Kreshna.
Dan barang siapa yang mengenal Dirinya yang tinggi (Sang Atman) dan melalui Sang Atman mi dapat menguasai dirinya yang rendah yaitu indra-indra, pikiran dan intelektualnya, maka orang semacam ini akan mendapatkan suatu bentuk kedamaian yang abadi.
Dari ajaran-ajaran di atas terulang lagi, bahwa yang paling penting bagi kita ini adalah mengendalikan semua indra kita, pikiran kita dan juga buddhi kita. Seseorang tanpa kendali tidak mungkin dapat menghayati ajaran Bhagavat Gita atau pun mencapai Yang Maha Esa. Ia boleh saja bermeditasi dengan aktif, boleh saja ia menguasai berbagai ajaran atau teori-teori dan teknik-teknik spiritual, tetapi kalau belum berhasil mengendalikan indra, keinginan, nafsu, pikiran dan buddhinya dengan baik maka sia-sia saja upayanya, bahkan dapat merusak atau menyesatkan dirinya. Tanpa penghayatan dan perbuatan nyata, maka sia-sia atau rusaklah orang semacam ini. Teori saja tidak perlu dalam peningkatan spiritual, yang paling penting adalah praktek atau usaha-usaha pengendalian hawa-nafsu kita secara sejati dan total, karena semua pengetahuan spiritual ini akan menjadi mentah sifatnya tanpa penghayatan yang tulus dan sejati, tanpa dedikasi dan disiplin yang penuh dengan tekad yang kuat.  Semua ini butuh waktu dan tak dapat dicapai dalam sekejap mata, maka dari itu dibutuhkan kesabaran yang luar biasa.
Dan apakah yang akan terjadi seandainya seseorang memaksakan dirinya ke jalan yoga, padahal dirinya masih mentah atau belum siap untuk itu? Meditasinya yang prematur akan membawanya ke jalan atau arah yang berbahaya. Membawanya ke situasi yang neurotik, membawanya ke pemecahan jiwanya (personalitasnya) dan bahkan kekacauan jiwanya yang dapat menghasilkan gangguan jiwa (menjadi gila misalnya). Seyogyanyalah meditasi diajarkan dan dibimbing dan ditentukan oleh seorang guru yang bijaksana, yang dapat menilai sudah sejauh manakah kadar dari sang murid ini. Tanpa pembersihan ego pribadi, pengendalian indra-indra dan pikirannya, maka jalan meditasi akan berbahaya sekali.
Meditasi yang matang sifatnya, kemudian akan menghasilkan suatu pertemuan antara sang pemuja dengan Sang Atman, Sang Kreshna Yang Abadi Yang bersemayam di dalam jiwa sang pemuja ini, Yang juga adalah Kuasa dari alam semesta ini, Yang juga adalah Pengasih semua makhluk. Ia bukan saja jauh dari jangkauan kita tetapi juga merupakan Teman kita yang benar-benar sejati dan dekat dengan kita dan bersifat Maha Penolong kapan dan dimana saja. Teman yang membantu kita mengatasi segala situasi yang kita hadapi. Seseorang yang pintu imannya telah berbuka lebar, maka pintu kebijaksanaannya pun akan terbuka lebar-lebar dan ia pun akan mencapai kedamaian yang abadi yang menjadi dambaan setiap pencari kebenaran. Kedamaian Nan Abadi ini, yang penuh dengan Sinar llahi, disebut Brahmanirvana.
      
       Demikianlah dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahltan yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab ke lima, yang disebut Karma Sanyasa Yoga atau Yoga Tentang Penyerahan Tindakan (Aksi).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar