Minggu, 17 Februari 2013

BAGAWADGHITA BAB 13-16


Bab 13 - Falsafah Kehidupan
Berkatalah Arjuna:
       Oh Kreshna, daku berhasrat sekali untuk mempelajari hal-hal tentang Prakriti (alam) dan Purusha (Sang Jiwa), tentang ladang dan tentang Yang Mengetahui ladang ini (Sang Pengenal ladang), tentang ilmu pengetahuan (kebijaksanaan) dan tentang hal-hal yang perlu untuk diketahui. Sloka di atas ini tak bernomor, dan sering tak diterjemahkan karena dianggap sebuah sisipan. Berkatalah Yang Maha Pengasih:
1.      Raga ini, oh Arjuna, disebut sebagai ladang. Seseorang yang sadar (tahu, mengenal) akan hal ini disebut sebagai sang pengenal ladang ini, oleh mereka yang mengetahuinya (para resi).
2.      Kenalilah Aku sebagai Yang Mengetahui ladang dari semua ladang-ladang, oh Arjuna! Ilmu pengetahuan tentang ladang dan yang mengetahuinya -adalah ilmu pengetahuan yang Ku anggap sebagai ilmu pengetahuan yang sejati.
Dalam bab ini Sang Kreshna menerangkan tentang filsafat (falsafah) kehidupan ini; ibaratnya menilai suatu kehidupan di atas batu-karang yang kering dan gersang, maka setiap manusia sebenarnya memerlukan suatu filsafat-kehidupan (suatu pegangan) agar kehidupan dapat dijalaninya dengan sempurna. Dan untuk itu, pertama-tama amat penting untuk menyadari atau memahami dua sifat dominan — manusia dan alam semesta kedua sifat ini disebut — Prakriti dan Purusha. Prakriti adalah benda atau raga, dan diibaratkan sebagai ladang (kshetrari), dan Purusha adalah Sang Jiwa yang disebut dan dikenal sebagai Yang mengetahui tentang ladang ini (Kshetragnd).
Bahkan dalam Injil pun Yesus Kristus pun sering menyebut tentang ladang dan penabur benih dalam parabel-parabelnya. Jadi bukan saja hal ini disiratkan dalam agama Hindu saja tetapi dapat juga dilihat dan dihayati dalam agama-agama lainnya. Di sini dapat dikatakan bahwa yang disebut ladang adalah raga kita sendiri dan Sang Penabur Benih adalah Sang Kreshna, Yang Maha Mengetahui ladang ini, la bersemayam di dalam diri kita. Dan yang disebutkan sebagai benih di sini adalah kebijaksanaan (gnanam), yang selalu ditaburkan olehNya untuk kita semua agar sadar dan kembali ke jalanNya. Sang Kreshna di sini berbicara tentang ladang, tentang yang mengenal ladang dan tentang ilmu pengetahuan dalam bentuk kebijaksanaan. Prakriti adalah ladang: di dalamnya setiap benda dan makhluk tumbuh dan berkembang, lalu layu dan akhirnya binasa, dan hidup dan tumbuh baru lagi. Prakriti adalah suatu bentuk aktivitas. Di dalam Prakriti dituai buah atau hasil dari setiap tindakan dan perbuatan kita ~ ibarat sebuah ladang saja. Fungsi Prakriti adalah aktivitas tanpa dilandasi oleh kesadaran sejati.
Gnanam (kebijaksanaan) adalah benih yang ditabur dan dituai dari ladang ini; kebijaksanaan ini adalah ilmu pengetahuan tentang ladang dan tentang Yang Mengetahui atau Yang Mengenal ladang ini. Di alam semesta ini apapun yang kita lihat adalah gabungan atau kombinasi dari Purusha dan Prakriti, antara Sang Jiwa dan benda, antara roh dan raga. Sang Jiwa, Sang Purusha adalah Kshetragna (Yang Mengetahui Ladang) dan Yang Mengetahui adalah Sang Kreshna, yang dengan kata lain adalah Yang Maha Esa itu Sendiri.
3.       Dengarkanlah secara terperinci, dariKu, apakah ladang itu, dan apakah sifatnya, apakah modifikasi-modifikasinya, bilakah la (ada), apakah la (Yang Mengetahui tentang ladang) itu, dan apa sajakah kekuatan-kekuatanNya?
4.      Para resi telah meyabdakannya dengan berbagai cara, dengan berbagai mantra, dengan sabda-sabda dalam Brahma-Sutra — disabdakan dengan penuh alasan dan kata-kata yang konklusif, penuh dengan kebijaksanaan Yang Maha Abadi.
Ajaran mengenai ladang dan yang mengetahui ladang ini, bukan ajaran baru, tetapi sudah muncul dalam pustaka-pustaka dan ajaran-ajaran Hindu kuno, dan sudah dikenal oleh orang-orang yang mempelajarinya di zaman dahulu.
5.      Lima elemen kasar, dan rasa "ke-aku-an," juga pengertian akan yang tak berbentuk kesepuluh indra dan pikiran, dan kelima indra yang utama,
6.      Keinginan (nafsu) dan rasa-benci, kenikmatan dan penderitaan, bentuk kolektif, intelegensia, keteguhan - semua ini, secara terperinci diterangkan, sebagai yang mencakup ladang ini dan modifikasi-modifikasinya.
Kshetra (atau ladang) ini terdiri dan 24 prinsip, yaitu:
1)      Avyakta - yang tak berbentuk. Ini adalah Sang Maya (Ilusi-Ilahi), di mana semua akan terserap sewaktu terjadi pralaya atau kiamat.
2)       Ahankara — rasa ego, rasa ego yang didasarkan kepada pengalaman-pengalaman pribadi, pada personalitas, pada diri-pribadi, merupakan kesadaran dari dan untuk diri pribadi saja.
3)      Buddhi — alasan-alasan, pemahaman, pengertian yang membedakan antara yang benar dan salah, intuisi, kekuatan untuk langsung mengetahui sesuatu.
4)      Mana — sering disebut juga sebagai ekam atau satu; (5-14) Terdiri dari sepuluh bentuk indra, yaitu terbagi dua. Yang lima pertama adalah gnana-indra yang terdiri dari mata (penglihatan), kuping (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (rasa), sentuhan atau organ aksi. Kemudian lima indra yang berikutnya adalah karma-indra atau juga disebut indra-indra fungsi yang terdiri dari tangan, kaki, mulut (wicara), anus dan penis (kemaluan). (15-19) Kemudian yang disebut lima indra yang penting (indriyah-gocharah) adalah sparsha (sentuhan), rasa (merasakan), rupa (pengetahuan), gandha (penciuman) dan shabda (suara).
(20-24) Lima elemen kasar (mahabhuta) adalah bhum (tanah), apa (air) anala (api), vayu (udara) dan khan (ether). Kshetra atau ladang ini mempunyai lima vikara, yaitu bentuk atau transformasi, atau bisa disebut juga penggantian atau modifikasi, dan sebagainya. Yang masing-masing adalah:
a)      iccha dan dvesha — yaitu keinginan dan aversi (rasa dualisme yang saling bertentangan seperti suka-tak suka, panas-dingin, benci-sayang, dan lain sebagainya);
b)      sukham dan dukham — yaitu kenikmatan dan penderitaan;
c)      sanghata — yaitu bentuk kolektif tubuh atau raga;
d)     chetana — yaitu kesadaran, intelegensia, pikiran dan pengetahuan;
e)      dhriti — yaitu keteguhan, ketegaran dan tekad yang kuat.
Harus diketahui bahwa fungsi psikological seperti nafsu (keinginan) dan aversi, kenikmatan, dan penderitaan, intelegensia, keteguhan adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kshetra (ladang) dan bukan pada Sang Atman. Kshetra atau ladang ini terbentuk dari raga dan pikiran dan bukan dari Sang Atman. Sebaliknya kshetra ini merupakan tempat bersemayam Sang Atman ini.  Vikara atau modifikasi timbul dalam kshetra karena sang jiwa kita berhubungan dengan Sang Maya; Sang Maya kemudian mempermainkan jiwa kita dan timbullah gelombang-gelombang dan pergantian-pergantian dalam pikiran dan jiwa kita, yang selalu terombang-ambing oleh permainan atau ilusi Sang Maya ini. Sekali terlibat dan tenggelam dalam manis dan pahitnya Sang Maya maka sukarlah bagi seorang manusia untuk lepas dari cengkeramannya dan jadilah kita budak duniawi ini. Jiwa kita dengan statusnya yang suci (Sang Atman) tidak ditakdirkan sebagai tuan dari Sang Maya ini, lain dari para Avatar a, yaitu Yang Maha Esa yang menjelma menjadi manusia seperti Sang Kreshna dan Sang Rama, mereka ini masing-masing pada zamannya sewaktu bereinkarnasi sebagai manusia tidak dapat dikuasai oleh Sang Maya, sebaliknya merekalah yang menguasai atau menjadi tuan dari Sang Maya ini.
7.  Rendah-diri, tidak berpura-pura, tidak menyakiti makhluk lainnya kesabaran, bertindak berdasarkan kebenaran, merawat dan bekerja demi guru-spiritual, pembersihan diri (raga dan pikiran), ketegaran dan kendali-diri,
8.    Bersikap tidak acuh pada benda-benda atau hal-hal yang berhubungan dengan indra-indra, tak mempunyai rasa egois, mengenal akan sifat-sifat buruk dari kelahiran, kematian, masa-tua, penyakit dan penderitaan.
9.   Tanpa keterikatan, tidak mengidentifikasikan dirinya dengan putra-putrinya, dengan istri dan rumahnya, dan selalu bersikap sama rata secara konstan terhadap hal-hal dan kejadian-kejadian yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
10. Dedikasi kepadaKu tanpa henti-hentinya, melalui yoga (ilmu pengetahuan), menyepikan diri ke tempat-tempat yang tenang, tak berkeinginan untuk berkumpul secara duniawi.
11. Selalu berusaha untuk mempelajari ilmu pengetahuan tentang Sang Atman, intuisi langsung dengan maksud untuk mengenal Kebenaran - inilah yang disebut kebijaksanaan. Semua hal yang berlawanan dengan ini adalah kebodohan (tak-berpengetahuan).
Pelajaran atau jalan kebijaksanaan dipaparkan dengan baik dan terperinci oleh Sang Kreshna di atas. Semuanya berjumlah 20 karakter atau sifat, dan kedua-puluh sifat ini adalah akar atau fondasi dari kebijaksanaan yang akan mengantarkan seseorang kepada Yang Maha Esa, ke ilmu pengetahuan sejati tentangNya. Kebijaksanaan ini kalau dipelajari dengan seksama adalah indikasi dari sifat-sifat moral yang amat super atau prima, yang menjadi dasar dari tindakan-tindakan kita yang baik dan benar, yang lepas dari rasa duniawi, dan rasa memiliki, dari nafsu-nafsu dan malahan menjadi dasar yang kokoh dan benar dari setiap tindakan kita dan mendorong kita untuk lebih banyak melihat ke dalam diri kita sendiri. Kedua-puluh sifat ini menunjukkan arah seseorang kepadaNya tanpa pamrih dan penuh dedikasi dan kebenaran bagiNya semata.
12.  Akan Ku sabdakan tentang sesuatu yang harus diketahui, yang setelah diketahui, maka tercapailah keabadian — Sang Brahman, Yang Tak bermula, Suci dan Agung, Yang dapat disebut Sat (Berbentuk) dan juga dapat disebut Asat (Tidak Berbentuk).
Yang mengetahui ladang ini disebut Kshetmgna, lalah Yang Maha Suci dan Agung Para Brahman. la tak dapat dikualifikasikan karena Yang Maha Esa ini di luar kualifikasi yang dibuat manusia, seyogyanyalah la lalu disebut sat dan asat (berbentuk dan tidak berbentuk). la diluar kedua faktor ini dan Maha Agung dan Suci. Ia hadir dan ada tetapi pada saat yang bersamaan Ia pun tak hadir dan tak ada atau tak terlihat. Yang Maha Esa tak dapat dikualifikasikan atau digambarkan karena dengan begitu malahan membatasiNya, dan tak mungkin Ia dapat dibatasi karena Maha Tak Terbatas Yang Maha Esa ini.
13.  Di mana pun Sang Brahman ini mempunyai tangan-tangan dan kaki-kaki, di mana pun Ia bermata, berkepala dan bermulut. Ia mendengar di setiap tempat, dan Ia tinggal di dunia ini, menyelimuti (meliput) semuanya.
14. Ia bersinar di semua fungsi indra-indra, tetapi lepas dari indra-indra ini. tak terikat, tetapi Ia lah penunjang semuanya. Ia bebas dari segala kualitas (Nirgunam), tetapi Ia juga yang menikmati semua kualitas.
       Sang Brahman ada tapi tak ada. Ia hadir dalam Prakriti tetapi tak terlihat oleh kita. Ia sukar menemukan istilah yang tepat tentang Yang Maha Esa ini dan Ia hanya dapat dijelaskan secara minim dalam paradoks-paradoks saja. Ia hadir dalam setiap hal, sifat, bentuk atau aksi, tetapi tak pernah terlibat secara langsung.
15. Di luar dan di dalam semua makhluk Ia hadir dan juga bergerak. Terlalu sukar untuk dipersepsikan Ia ini. Ia dekat tetapi juga Ia amat jauh.
Benar kata filsuf Meister Eckhart, "Semakin dalam Tuhan di dalam diri sesuatu, semakin di luar Ia berada dari sesuatu tersebut." Ia bergerak tetapi tanpa gerak, Ia dekat tapi jauh. Ia tak dapat diterangkan tetapi Ia dapat dirasakan kehadiranNya ditengah-tengah kita
16.  Ia hadir tak terbagi-bagi di dalam makhluk-makhluk, tetapi Ia bersemayam secara sama rata (di dalam diri makhluk-makhluk seakan-akan terpisah-pisah). Ia penunjang semua makhluk dan benda. Ia pemusnah kehidupan, tetapi Ia juga pemberi kehidupan.
Di atas sudah cukup tergambar atau terbayang atau terasa dan terlihat oleh kita akan semua kebesaranNya., sebagai pemusnah sekaligus pemberi kehidupan, sebagai yang tak ada di dalam setiap yang ada, sebagai yang beraksi dalam setiap tak-aksi, atau pun sebaliknya.
17.  Ia adalah Cahaya dari semua cahaya. Ia yang dikatakan sebagai di luar kegelapan. Ia adalah kebijaksanaan, tujuan dan kebijaksanaan yang dicapai dengan kebijaksanaan. Ia bersemayam di dalam hati semuanya.
       Salah satu sifatNya adalah Cahaya atau Nur, Sang Surya Yang Eka, tetapi bersinar dalam hati setiap insan dan makhluk. Ia juga adalah ilmu pengetahuan yang sejati, sekaligus obyek dan tujuan ilmu pengetahuan sejati tersebut. Para pencariNya melakukan perjalanan spiritual guna mencariNya, justru dari luar ke dalam diri mereka sendiri karena Ia bersemayam dalam diri setiap insan dan makhluk ciptaanNya. Ia hadir di mana-mana, tangan-tangan dan kakinya tersebar di setiap sudut dan penjuru dunia. Ia adalah satu-satuNya yang berada di kegelapan, karena Ia lah Cahaya dari semua cahaya.
18.  Begitulah telah Ku katakan kepadamu, secara singkat dan terperinci, tentang ladang ini, tentang ilmu pengetahuan dan obyek dari ilmu pengetahuan ini. PemujaKu, setelah mengetahui ini, memasuki DiriKu.
      Tiga hal yang penting untuk diketahui, yaitu ladang (kshetra); ilmu pengetahuan (gnana), yang dimaksud ini bukan ilmu pengetahuan yang ilmiah, tetapi justru yang gaib dan dianggap sejati; obyek dari ilmu pengetahuan ini (gneya). Mengenal, mengetahui atau menghayati ketiga prinsip ini dalam kehidupan kita sehari-hari berarti mencapai Yang Maha Esa, Yang Agung dan Suci lepas dari segala penderitaan. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan ini akan mencapai cinta-kasih (bhakti). Yang Maha Esa dapat dicapai oleh mereka yang sederhana, rendah-hati dan penuh kasih, yang telah memurnikan jiwa dan hatinya. Yang ingin mengenalNya dengan baik harus belajar terlebih dahulu untuk mencintai semuanya, sadar bahwa semua orang dan makhluk dan benda adalah alat-alatNya belaka yang harus memainkan peranannya masing-masing di kehidupan ini. Setelah sadar akan hakikat cinta-kasih yang sejati maka orang ini akan meningkat untuk 'bercinta-kasih denganNya." Hidup ini lalu berubah penuh dengan cinta-kasihNya. Hidup tidak seharusnya dihitung dari tahun-ke-tahun atau hari-ke-hari, tetapi dari dalamnya cinta-kasih kita terhadapNya dan terhadap semua ciptaan-ciptaanNya. Bagaimana seseorang yang suci-murni dapat merusak atau mencederai ciptaan-ciptaanNya yang lain, sekiranya la betul-betul telah murni cinta-kasihnya pada Yang Maha Esa?
Seorang mistik bernama Bayazid sekali masa pernah ditanya umurnya, dan ia menjawab baru berusia empat tahun. Padahal usianya telah mencapai 74 tahun. Tentu saja para penanya menjadi heran karenanya. Tetapi Bayazid dengan rendah hati menerangkan bahwa selama 70 tahun ia jauh dari Tuhan, dan dekat dengan dunia. Baru empat tahun terakhir ini ia merasakan dekat kepadaNya dan merasakan kasih-sayangNya yang tak terhingga, mendengarkanNya Yang tak pernah didengarNya sebelum ini, merasakanNya Yang tak pernah tersentuh olehNya selama ini. "Jadi baru empat tahun ini aku betul-betul hidup!" seru Bayazid.
19. Ketahuilah bahwa Prakriti (unsur benda atau sifat) dan Purusha (sang Jiwa), kedua-duanya tidak bermula. Dan ketahuilah bahwa semua modifikasi dan guna (kualitas) lahir dariNya.

Prakriti dan Purusha tak bermula dan sudah hadir sebelum penciptaan dunia. Tetapi semua pergantian, modifikasi dan sifat-sifat alam ini berasal dari Prakriti, yang lahir dariNya.
20. Benda atau alam dikatakan sebagai yang menjadi penyebab yang memancarkan sebab dan akibat; sang Jiwa dikatakan sebagai penyebab dari pengalaman suka dan duka.
21. Sang Jiwa yang bersemayam di dalam benda mencicipi kualitas-kualitas (guna) yang lahir dari benda. Keterikatannya terhadap guna inilah yang menjadi penyebab kelahirannya secara baik dan buruk.

Kita lihat sekarang dalam sloka 19-23 tersirat adanya pemikiran baru yang terbagi pada tiga prinsip, yaitu Prakriti-Benda-Alam, Purusha-Jiwa-Roh dan Purusha-Parah, Sang Jiwa Yang Maha Agung dan Maha Suci. Purusha dan Prakriti, kedua-duanya bersifat anadi (yaitu tanpa mula) dan terpancar atau berasal dari Yang Maha Abadi, Yang Maha Esa, Sang Jiwa Yang Maha Agung dan Maha Suci. Sang Purusha, atau Jiwa yang telah tergabung dan bersatu dengan Sang Prakriti, menikmati semua pengalaman-pengalaman duniawi seperti suka-duka dan lain sebagainya. Karena Jiwa bebas berkehendak maka ia sudah menyalah-gunakan kehadirannya dalam raga dan ia hanya tenggelam dalam kenikmatan duniawi ini dan terjebak oleh ikatan waktu dan ruang.

Jiwa sebenarnya adalah bentuk spiritual tetapi ia diberikan kebebasan untuk menuju kepada Yang Maha Esa. la dapat memberikan kasih dan dedikasinya kepada Yang Maha Esa atau kepada Sang Maya (Sang Ilusi-Ilahi). Sekali ia menjadi budak Sang Maya ia akan bertolak-belakang dari Yang Maha Esa. Dan sekali ia terjebak dalam ilusi ini, maka ia akan timbul-tenggelam di dalamnya, terjebak dalam ikatan waktu dan spasi duniawi ini.
22. Dalam raga (yang dimaksud di sini adalah raga manusia) bersemayam Sang Jiwa Yang Maha Agung dan Suci. la disebut sebagai Pengamat, Yang Mengabulkan, Yang Menunjang, Yang Menikmati Pengalaman, Tuhan Yang Agung, dan Sang Jati Diri Yang Agung dan Suci.
       Dalam raga setiap makhluk terdapat Sang Jati Diri (Sang Atman) Yang dikenal atau disebut juga sebagai Purusha Parah, Sang Purusha Yang Maha Agung dan Suci. Ia lah sebenarnya Tuhan yang Maha Esa dan Agung dengan nama dan sebutan yang beraneka-ragam. Yang Maha Esa bersemayam dalam diri kita masing-masing sebagai Pengamat, dari setiap tindakan dan pikiran kita; dari sang Jiwa atau Roh kita. la membiarkan tindakan kita untuk kemudian dikoreksi yang salah (teguran hati nurani selalu hadir sebenarnya dalam setiap tindakan kita yang salah, tetapi sering sekali kita mengabaikannya karena faktor-faktor ego duniawi kita). Ia, Yang Maha Kuasa, sebenarnya hadir dalam setiap makhluk. Seandainya Sang Jiwa atau Roh kita jatuh ke jalan Sang Maya, maka Sang Paratman atau Sahabat Pengamat kita ini pun mengikutinya, menegurnya, menjaganya, memberikan peringatan-peringatan kepada sang Jiwa kita ini, dan tak sekalipun Sang Paratman ini mengabaikannya, Ia bahkan menuntun sang Jiwa ini kembali ke jalannya yang benar. Dengan caraNya Sendiri Sang Paratman ini mengajari, mempengaruhi dan mengajak sang Jiwa yang tersesat ini kembali ke arahNya. Maha Besar dan Pengasih, Ia sebenarnya, karena selalu menyelamatkan kita semua dari jalan kesesatan dalam hidup ini, agar tercapai misi kita yang seharusnya kita lakukan, yaitu bersatu kembali denganNya. Sang Paratman adalah "bintang-harapan" kita yang akan selalu menuntun kita dalam kegelapan duniawi ini, sehingga akhirnya tak ada satu jiwa pun yang akan tersesat, semuanya akan dituntun ke arahNya. Sebenarnya Ia adalah tujuan kita semuanya, kalau saja kita mau menyadari hal ini secara sejati.
23.  Seseorang yang mengetahui (menyadari) tentang Purusha dan Prakriti dengan segala kualitas-kualitasnya, apapun keadaannya -- ia tak akan lahir kembali.
Seseorang yang sadar tentang pengetahuan Purusha dan Prakriti ini dengan ketiga guna (sifat atau kualitas) nya, akan menuju ke arah pembebasan, yaitu lepas dari dunia ini dan bersatu denganNya. Seseorang yang benar-benar sadar siapa Sang Purusha Yang Maha Agung dan Suci ini betul-betul adalah seorang yang telah bebas.
24.  Sementara orang menyaksikan Sang Atman melalui Sang Atman dengan jalan meditasi (dhyana), sementara orang lagi menyaksikan melalui jalan Sankhya-yoga (jalan ilmu pengetahuan), dan sementara orang lagi melalui Yoga perbuatan (tindakan, aksi atau pekerjaan)
25. Yang lainnya lagi, tidak mengenal jalan-jalan yoga ini, memuja, karena pernah mendengarkannya dari yang lain-lainnya; dan mereka pun lepas dari kematian, pedoman mereka adalah skripsi-skripsi (shruti).
       Ada empat metode yang menuntun kita ke arah Yang Maha Esa, atau yang disebut juga Purusha Yang Maha Agung dan Suci dan juga boleh disebut Kebebasan atau Penerangan. Masing-masing metode terurai di bawah ini:
a.       Meditasi (dhyana) — Banyak yang melakukan metode ini, dan menemukan Sang Jati Diri   di dalam dirinya sendiri. Dengan bermeditasi kita mencoba untuk berhubungan dengan Sang Atman secara konstan dan penuh konsentrasi, dengan menjauhkan segala gangguan. Yang penting dalam meditasi adalah ketenangan, dan makin kita tenang dan tak terusik oleh pikiran dan keadaan-keadaan di sekitar kita, maka makin mendekatlah kita kepadaNya. Berbicara tanpa henti malahan membuang-buang energi. Sebaliknya ketenangan dalam meditasi menjauhkan kita dari hal-hal yang buruk dan kesalahan-kesalahan duniawi. Sebaiknya dan seharusnya setiap hari kita menyediakan sedikit waktu kita untuk berdiam diri dan menyatu denganNya. Dapat kita mulai dengan lima menit saja dahulu, kemudian meningkat sampai setengah atau satu jam secara bertahap. Janganlah jadi budak dari pekerjaan-pekerjaan kita, dari kenikmatan dan penderitaan kita, dan dari kesibukan kita yang tak kunjung ada habisnya. Sisihkanlah sejenak waktu setiap pagi dan malam untukNya, dan dapatkanlah kenikmatan yang tak dapat diperoleh di semua kesibukan, kenikmatan dan penderitaan duniawi kita. Sekali tercapai komunikasi denganNya, kita akan mengalami keajaiban-keajaiban yang akan mengubah cara hidup kita, dan makin tabah dan tegarlah kita dalam menghadapi kehidupan yang unik ini. Ketenangan yang utama adalah dengan memulainya dalam kehidupan dan diri kita sendiri, dan jalan terbaik adalah dengan berlatih meditasi dan selalu berusaha untuk bersatu denganNya, Yang sebenarnya bersemayam tidak jauh, tetapi dalam diri kita masing-masing, agar tercapai jalan kehidupan yang suci dan sempurna.
Ada yang perlu dilakukan dalam bermeditasi, yaitu mengucapkan japa secara berulang-ulang. Japa atau mantra ini dapat bermacam-macam sesuai yang diberikan oleh sang guru meditasi, tetapi semakin pendek japa ini, semakin efektif hasilnya. Misalnya satu kata OM atau Tuhan atau Allah atau Hari atau Rama atau Kreshna atau Yesus, dan lain sebagainya yang sebaiknya dipilih sendiri yang sesuai dengan diri kita pribadi, yang sesuai dengan hati sebaiknya dipilih sendiri yang sesuai dengan diri kita pribadi, yang sesuai dengan hati nurani dan panggilan jiwa kita sendiri. Pilihlah atau temukanlah sendiri satu kata atau beberapa kalimat puja-puji yang menggambarkan kebesaran Yang Maha Esa, dan sewaktu bermeditasi ucapkanlah berulang-ulang penuh konsentrasi, dedikasi dan kasih. Lama-kelamaan kata yang spesifik tersebut atau juga japa dan mantra yang telah teringat itu akan terus mengiang atau terucap dalam kita melakukan pekerjaan kita sehari-hari, bahkan di tengah-tengah kesibukan atau sedang berolah-raga misalnya. Kalau ada problem yang datang mengganggu ucapkan kata sakti tersebut, memohon Yang Maha Esa untuk melindungi kita semua, dan usahakanlah untuk menyatu denganNya selalu di mana saja dan kapan saja dan lama-kelamaan perhatikanlah efeknya. Seluruh hidup kita akan berubah menjadi lebih stabil dan tenang, dan kita jauh dari segala gejolak nafsu kita dan juga jauh faktor-faktor buruk dan negatif, secara bertahap tetapi pasti hidup akan bertambah tenang, stabil dan kesadaran akan menyusup masuk ke dalam diri kita berkat kasihNya yang tak terbatas.
Bagi sementara orang atau para pemula, bermeditasi dengan membayangkan atau memusatkan pikiran pada suatu bentuk juga sangat bermanfaat; contoh, membayangkan wajah atau figur Sang Kreshna, Rama, Shiva, Buddha untuk mereka yang beragama Hindu dan Buddha. Dan untuk mereka yang beriman Kristiani dengan membayangkan figur Tuhan Yesus, dan lain sebagainya sesuai dengan masing-masing kepercayaannya.
b.      Metode Sankhya - metode dengan dasar intelektual atau ilmu pengetahuan yang mencoba atau mempelajari tentang Sang Jati Diri, sebagai sebagian dari Yang Maha Esa.
c.        Karma-yoga — yaitu metode kerja atau tekad tanpa pamrih dan penuh dengan pengorbanan dan disiplin bagiNya semata. Sang karma-yogi dalam hal ini melakukan semua perbuatan, tugas dan pekerjaan duniawinya dalam bentuk dedikasinya kepada Yang Maha Esa dan tak mengharapkan apapun juga dari hasil pekerjaannya ini, yang semuanya diserahkan secara utuh dan bulat-bulat kembali kepadaNya. Hidup sang karma yogi jadi suci dan bersih karena setiap tindakan dan efeknya dipasrahkan kepada Yang Maha Esa dan ia selalu berpikir dan berkata terjadilah kehendakNya" dan ia pun menerima semua kehendakNya tanpa protes dan penuh ketenangan, walaupun yang ia terima itu dalam bentuk suka dan duka, nikmat atau penderitaan, baik atau buruk, positif atau negatif, semuanya diterima dengan kasih dan dedikasi sebagai kehendak Yang Maha Kuasa juga. Hidupnya adalah pencetusan dari kehendak Yang Maha Kuasa, dan diterimanya tanpa pamrih.
d.      Metode upasna — dalam metode ini seseorang memuja Yang Maha Esa sesuai dengan yang dipelajarinya atau yang didengarkannya dari sang guru atau orang-orang lain. Cara ini dilakukan oleh para pemula. Dan lama-kelamaan mereka pun terangkat ke permukaan pemujaan mereka dan mendapatkan penerangan Ilahi. Ternyata Yang Maha Pengasih secara amat bebas membuka berbagai jalan untuk mencapaiNya, jalan atau metode apa saja yang diambil seseorang, yang penting adalah dedikasi, kesetiaan, dan kasih yang tulus kepadaNya, dan Ia akan selalu beserta kita menuntun kita ke jalanNya yang terang dan  suci.

26. Benda atau makhluk apapun yang dilahirkan, oh Arjuna, baik ia bergerak maupun tidak bergerak, ketahuilah itu datang dari gabungan antara ladang dan Yang Mengetahui ladang ini.
       Setiap benda atau makhluk, atau apapun saja yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa di alam semesta ini tercipta karena gabungan atau kombinasi dari Kshetra (ladang) dan Kshetragna (Sang Pengenal Ladang), gabungan dari Purusha dan Prakriti, dari Sang Jiwa dan benda atau alam dan sifat-sifatnya.
27.  Seseorang yang melihat Tuhan Yang Maha Agung dan Suci bersemayam secara sama di setiap benda dan makhluk, Yang Maha Tak Terbinasakan dalam setiap benda atau makhluk yang dapat binasa — ia benar-benar melihat.
Yang Maha Esa bersemayam dalam setiap bentuk ciptaannya secara adil sama rata, jadi lupakanlah pendangan atau rasa yang penuh diskriminasi atau yang merendahkan martabat orang lain atau sifat melecehkan makhluk lain. Diskriminasi akan kasta atau orang-orang yang dianggap berdosa dan buruk harus dijauhi, ingat Yang Maha Kuasa hadir dalam semuanya tanpa diskriminasi! Ia hadir di setiap sisi dan sudut alam semesta ini dalam berbagai ciptaan-ciptaanNya. Jangan sekali-kali memandang tinggi kasta kita, kedudukan atau pun martabat dan kekayaan kita, apalagi kemampuan kita berbuat sesuatu, karena semua itu sebenarnya tidak berarti sama-sekali di mataNya. Yang berarti hanyalah la dan kehadiranNya di mana saja, baik yang di kecil maupun yang di besar.  Siapakah kita ini sebenarnya yang hanya bisa membeda-bedakan saja, yang hanya bisa melihat baik dan buruk seseorang tanpa mau tahu akan hakikat dari kebenaran kehidupan ini. Mengetahui kehadiran Yang Maha Esa di setiap ciptaanNya berarti menghilangkan rasa takut, benci, diskriminasi, iri-hati pada sesama kita, dan sebaliknya kemudian menimbulkan kasih-sayang kepada sesama kita baik itu berupa manusia, makhluk-makhluk di alam semesta ini, pepohonan, batu-batuan dan semua unsur-unsur alam di sekeliling kita.
Ia Yang Maha Kuasa adalah Yang Tak Terbinasakan tetapi Ia hadir dalam setiap ciptaan-ciptaanNya yang tak pernah abadi, yang selalu binasa dan lahir lagi. Ini mengingatkan kita kepada dialog antara St. Catherine dari Sienna dalam komuninya dengan Yesus Kristus. la bertanya kepada Tuhan Yesus, "Siapakah daku, Tuhan? Dan beritahu daku siapakah Engkau?" Dan Yesus menjawabnya, "PutriKu, engkau adalah yang tiada dan Aku adalah yang Ada." Yang Ada ini selalu hidup dalam yang tiada, yaitu kita semuanya ini, dan sadarlah akan sesuatu hal, mengapa Yang Ada ini mau dan bersedia tinggal dalam diri-diri kita ini, yang sering oleh kita sendiri dianggap sebagai tubuh-tubuh atau raga-raga yang penuh dengan dosa-dosa dan nafsu-nafsu iblis? Betulkah semua perkiraan kita ini? Ataukah pernah terpikir oleh kita semua, bahwa Yang Maha Esa menciptakan raga ini sebagai suatu tempat bersemayam yang sifatnya agung dan suci, kalau tidak mengapa pula Ia (Sang Atman) mau bersemayam di dalam diri setiap makhluk-makhlukNya?
Lihatlah sisi lain dari alam semesta dan ciptaan-ciptaanNya ini, bukankah semua ini adalah refleksi atau cermin dariNya semata, dari keindahanNya, dari kesucian dan keagunganNya. Dan kalau anda setuju akan konsep ini, maka bernyanyilah, memujalah, berbahagialah dalam DiriNya. la hadir dalam diri kita dan kita ada dalam DiriNya, seharusnyalah kita berorientasi kepadaNya dan jangan mempergunakan kebebasanNya secara salah dan kemudian terseret dan terjebak oleh Sang Maya. Satukan diri kita dengan alur Ilahi Yang Murni dan Suci, bergembiralah kepadaNya. Ingat kita ini adalah kuil-kuil suci tempat la bersemayam, dan seharusnya kita bertindak suci dan murni. Renungkanlah pemikiran ini. Om Tat Sat.
28.  Melihat, secara benar, Tuhan Yang Sama hadir di mana pun juga, seseorang tak akan merusak Diri ini dengan dirinya, dan dengan berbuat demikian ia mencapai Tujuan Yang Suci dan Agung.
       Seperti kita ketahui sekarang, maka di dalam setiap makhluk yang bernyawa hadir bentuk "diri" yang rendah dan kecil sifatnya, dan juga bentuk "Diri" Yang Agung dan Tinggi sifatNya, yaitu yang disebut Sang Atman, Yang Maha Esa itu Sendiri dalam bentuk yang bersifat sebagian dariNya juga. Menyadari hal ini, seseorang tak akan membiarkan jiwa-raganya membunuh atau mengotori dan menodai DiriNya Yang Agung dan Suci yang bersemayam di dalam jiwa-raga itu sendiri, dan kesadaran semacam ini akan menuntun kita ke arah Yang Maha Esa atau dengan kata lain ke Tujuan Yang Suci dan Agung.
29.  Seseorang yang melihat bahwa semua perbuatan dilakukan oleh Prakriti (alam) dan bahwa Sang Atman itu tak bertindak - ia melihat secara benar.
Alam atau Prakritilah yang bertugas untuk bekerja, beraksi atau bertindak dan berbuat, tetapi Sang Atman tak pernah melakukan apapun juga. la hadir sebagai saksi, penuntun, pengamat, tetapi ditegaskan Sang Kreshna, Sang Atman tidak berbuat suatu tindakan apapun juga. Semua perbuatan kita terjadi akibat dari ikatan kita pada guna-guna yang berkaitan dengan Prakriti. Sang Jiwa mengikuti kita terus selama kita mengembara di dunia fana ini sebagai saksi, penuntun dan pengamat kita dan dengan kasihNya melepaskan kita dari ikatan Prakriti ini yang diakibatkan oleh ulah kita sendiri yang terlalu bebas untuk 'bermain' dengan Sang Maya.
30. Bila seseorang menyadari bahwa berbagai bentuk kehidupan ini berakar pada Yang Esa dan terpancar (tersebar) keluar dari Yang Maha Esa, maka ia mencapai Brahman.
Menyadari seluruh alam semesta ini berasal dariNya secara sejati, apapun bentuk atau manifestasinya, maka seseorang yang benar-benar sadar secara sejati dan menghayati kesadarannya itu dalam kehidupannya sehari-hari langsung juga akan segera menyadari akan hakikat Yang Maha Esa. Melihat atau menyadari Yang Maha Esa adalah mencapaiNya.
31.  Sang Atman Yang Tak Terbinasakan, Yang Agung dan Suci ini, oh Arjuna, tak bermula dan tanpa guna (sifat-sifat Prakriti). Dan walaupun la bersemayam di dalam raga, tetapi la tak bertindak atau pun terpengaruh oleh tindakan (raga ini).
Sang Paratman, Yang bersemayam secara Agung dan Suci dalam diri kita ini, dikatakan oleh Sang Kreshna sebagai tak bermula, dan tanpa sifat-sifat Prakriti. Walaupun Ia selalu hadir, Ia tidak bertindak sedikit pun, dan walaupun Ia hadir di dalam raga kita Ia juga tak tercemar oleh tindakan-tindakan kita yang buruk dan negatif, begitupun Ia tak tersentuh oleh perbuatan-perbuatan kita yang baik dan positif. Ia tak terpengaruh sedikit pun oleh kita, sebaliknya makin kotor perbuatan kita maka makin jauhlah kita ini dariNya, dan makin positif tindakan kita, maka makin teranglah Ia hadir ke hadapan kita. Maka ibaratkanlah diri kita sebagai cermin yang bersih, agar refleksi atau bayanganNya tersingkap atau jatuh secara jelas di raga kita ini. Renungkan ini dengan seksama. Ia jauh kalau kita jauh, Ia dekat kalau kita dekat. Padahal sebenarnya Ia selalu dekat di dalam diri kita.
32. Bagaikan ether, walau hadir di mana pun juga, tak pernah ternoda, karena bentuknya yang lembut (tak terlihat), begitu pun Sang Atman, walau hadir di raga mana pun, (la) lepas dari segala noda-noda.
       Bagaikan ether yang terdapat di seluruh alam semesta ini dan menjadi penunjang hidup kita yang amat vital, tetapi tak pernah terlihat oleh mata kita karena sifat-sifat alaminya yang demikian lembut, maka begitu juga Sang Atman Yang Mana Hadir di mana saja dan kapan saja dalam setiap ciptaan-ciptaanNya tak pernah nampak oleh mata duniawi kita karena kebodohan dan kekurangan-pengetahuan kita, maka singkapkanlah semua kebodohan kita ini agar dapat kita mengenalnya lebih terang lagi, dan masuk menyatu kedalamNya. Om Tat Sat.
33.  Bagaikan satu mentari yang menyinari seluruh dunia ini, maka begitu juga Penguasa dari ladang ini menyinari seluruh ladang ini, oh Arjuna!
Perumpamaan satu mentari dengan Sang Atman Yang Juga Eka (satu) sifatnya adalah suatu perumpamaan yang menarik, karena Sang Surya walaupun hanya satu yang terlihat dari bumi ini (dunia ini), ternyata mampu menyinari seluruh bumi kita bahkan juga rembulan dan spasi-spasi diantara bumi dan bulan dan juga sekitarnya. Sang Surya dari kejauhan nampak kecil dan amat terang-benderang, tetapi sebenarnya ia amat jauh letaknya dari bumi kita ini. Begitupun Sang Atman, la dekat tapi jauh, la jauh tetapi dekat, bahkan sangat dekat dan menerangi kita semua. Dan seperti juga Sang Surya yang menerangi kita tetapi tak tercemar oleh perbuatan kita, maka Sang Atman pun tak pernah tercemar atau ternoda oleh perbuatan-perbuatan kita yang buruk atau terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang baik.
       Suatu saat, Sokrates, seorang filsuf terkenal dari Yunani di masa lalu, pernah ditanya oleh salah seorang muridnya tentang 'kebaikan,' yang selalu diajarkan Sokrates kepada murid-muridnya, dan Sokrates menunjuk kepada matahari sebagai suatu contoh dari 'kebaikan' yang selalu hadir dari masa ke masa, dari waktu ke waktu, tetapi tak pernah tercemar oleh bumi dan manusia. Mungkin pemikiran atau ajaran Sokrates ini pun baik untuk kita renungkan untuk lebih menghayati akan kebesaran dan kehadiran Sang Atman dalam diri kita. Sang Surya selalu bersinar tanpa bosan-bosannya demi alam yang harus ditunjangnya. Bukankah Yang Maha Esa itu Sendiri bersifat atau berkarakter demikian juga, selalu mengasihi tanpa bosan-bosannya dan tanpa henti-hentinya kepada kita semuanya, walaupun sering sekali kita tersesat dalam perjalanan hidup kita ini. Tetapi Ia Maha Penunjang dan Penuntun kita semuanya. Om Tat Sat.
34. Mereka yang melihat perbedaan antara ladang dan Sang Pengenal Ladang ini, dengan mata kebijaksanaan, dan yang sadar bagaimana makhluk-makhluk maupun benda-benda dapat lepas dari Prakriti - bebas dari bentuk alam - mereka benar-benar pergi ke Yang Maha Agung dan Suci.
       Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya-Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka bab ketiga-belas ini disebut:
Kshetra Kshetragna Vibhaga Yoga Atau Ilmu Pengetahuan tentang Perbedaan antara Ladang dan Sang Pengenal Ladang  

Bab 14 - Penguasaan Atas Ketiga Sifat
Page 1 of 3
Bersabdalah yang maha pengasih
1. Sekali lagi akan Ku sabdakan kepadamu kebijaksanaan Yang Suci dan Agung –kebijaksanaan yang terbaik dari semua kebijaksanaan-  mengetahui hal mana, para resi kemudian menuju kearah kesempurnaan yang paling tinggi.
2. Berlindung pada kebijaksanaan ini, mereka lalu bersifat sama dengan Ku. Mereka tidak lahir pada waktu penciptaan dan tidak binasa    pada waktu penghancuran (kiamat).
Sang Kreshna di Bab ini menguraikan mengenai pengetahuan tentang ketiga guna (sifat-sifat alami), kemudian hubungan guna ini    dengan prakriti dan penguasaan atas guna ini oleh para resi dan orang-orang suci di zaman dahulu kala. Dengan menguasai ketiga guna    ini maka akan tercapailah kebijaksanaan yang agung dan suci dari hidup ini. Dan dengan mencapai kebijaksanaan ini para resi dan    orang-orang suci itu telah mencapai kesempurnaan yang agung dan suci yang disebut nirvana atau pari-nirvana.
Berlindung dibawah kebijaksanaan ini para orang-orang suci ini lalu diberkahi oleh yang maha esa sifat-sifat identik dari diri Sang    Kreshna dan merekapun lalu tumbuh dan hidup dalam bentuk Sang Kreshna yang suci dan agung. Inilah hasil mengikuti dengan setia    dan penuh dedikasi ajaran-ajaran Sang Kreshna. Dengan kata lain mereka ini, para orang-orang suci, berasimilasi dengan sari atau inti    Sang Kreshna itu sendiri; atau dengan bahasa singkat dan sederhana, menyatu dengan Sang Kreshna.
   Dan sekali bersatu denganNya, mereka ini lepas dari kehidupan duniawi ini, lepas juga mereka ini dari siklus lahir dan mati yang    berulang-ulang, bahkan penciptaan dan penghancuran kehidupan-kehidupan berikutnyapun mereka tidak diikut sertakan lagi karena    dianggap Yang maha Esa mereka ini telah mencapai status pari-nirvana, yaitu menyatu denganNya kembali secara abadi. Om Tat Sat.
3.  KandunganKu adalah Sang Brahma yang agung; dan disitu aku letalkan benih ini, dari kandungan ini lahirlah setiap benda dan mahluk,    Oh Arjuna.
4.  Dalam setiap kandungan apapun juga, lahir berbagai bentuk kehidupan, Oh Arjuna, dan Sang Brahma Agung adalah kandungan mereka ini, dan Aku adalah Sang Ayah yang menabur benih-benih ini.
    Yang dimaksud dengan Sang Brahma Agung di sini adalah mahad-brahma, yaitu Sang Maya yang juga diibaratkan atau disamakan dengan kandungan di mana Sang Kreshna sebagi seorang Ayah menaburkan benih-benihNya, yang kemudian tumbuh menjadi berbagai bentuk ciptaan-ciptaanNya.
    Mahad-Brahma atau Sang Brahma yang agung ini juga sama dengan Prakriti atau alam ini, dan Sang Kreshna adalah Ayah atau Bapak dari setiap benih yang ditaburkanNya. Jadi hanya Ia yang dapat menentukan lahirnya seseorang atau makhluk atau benda di alam semesta ini dan ingat di dalam setiap ciptaanNya terdapat Sang Jiwa atau juga benih kehidupan yang bersal dariNYa. Dan menurut Bhagawat Gita, maka benih yang ditaburkan ini berasal dari Sang Kreshna, Yang Maha Esa, jadi dengan kata lain dalam setiap ciptaanNya hadir sebagian dari Yang Maha Esa, atau Yang Maha Esa itu sendiri ada di dalam setiap Ciptaan-ciptaanNya Sendiri. Sayang sekali, kita manusia sering sekali lupa bahwa kita berasal dari benih Yang Agung dan Suci, dan kita lebih suka tenggelam dalam alur kehidupan duniawi ini, dalam kandungan Sang Maya itu sendiri. Padahal Sang Maya atau Prakriti ini hanyalah alat yang mengandung kita dan menumbuhkan kita agar kita tumbuh dan lahir untuk kembali kepadaNya lagi. Bukanlah itu maksud dan tujuan Yang Maha Esa, tetapi kita diberikan kebebasan untuk memilih maka kebanyakan kita memilih untuk terus tinggal di dalam kandungan Sang Maya yang penuh ilusi kenikmatan, padahal itu semua berada di dalam kegelapan. Pikirkanlah dengan seksama, bukankah kita semua harus kemnbali dan berbakti pada Ayah kita Yang Agung dan Suci dan menyatu kembali denganNya? Pikirkanlah secara seksama dan menurut hati-nurani anada mana yang benar dan mana yang salah? Dengan kasih Sang Ayah yang suci dan Agung ini pasti kita akan dituntun kembali kepadaNya. Om Tat Sat.
5. Ketiga kualitas (guna), yaitu sattva, raja dan tama lahir dari Prakriti. Mereka ini mengikat erat di dalam raga, Oh Arjuna, Yang Tak Terbinasakan yang bersemayam di dalam raga.
     Ketiga guna atau kualitas alami ini yang lahir dari Prakriti dan merupakan sifat-sifat dominan dari Sang Prakriti itu sendiri, selalu hadir dalam diri kita. Setiap tindakan kita sebenarnya didasarkan pada ketiga sifat Prakriti ini, dan ketiga sifat ini sedemikian dominannya di dalam raga kita sehingga diibaratkan mengikat Sang Atman (Yang Tak Terbinasakan) yang bersemayam di dalam diri kita. Ikatan erat ini begitu gelap sifatnya, sehingga kita yang sudah mabuk duniawi ini tidak dapat melihat Sang Atman yang sebenarnya hadir bercahaya terang di dalam diri kita sendiri.
6. Diantara sifat-sifat ini, sattva, karena kesuciannya, membawa penerangan dan kesehatan. Sifat ini mengikat dengan ikatan kebahagiaan dan ikatan ilmu pengetahuan, oh Arjuna.
     Apakah sattva itu? Sattva adalah sifat-sifat kesucian atau kemurnian atau penerangan. Tetapi walaupun disebut kemurnian toh sifat ini dapat mengikat jiwa kita ke raga dan menimbulkan keterikatan. Sifat sattva membuat kita selalu berorientasi pada tindakan-tindakan yang baik dan pencarian ilmu pengetahuan yang benar. Tetapi sering sekali sattva pun mengarahkan kita kepada keterikatan-keterikatan dalam bentuk ilmu pengetahuan ini sehingga terikatlah seseorang pada pikiran-pikiran, analisis dan metode-metode dan lain sebagainya, dan semua ini menjadi tujuan ilmu pengetahuan mereka yang mempelajarinya, bukan jalan untuk mengenalNya, Yang Maha Pencipta. Semua ini membuat seseorang yang bersifat Sattva terikat pada pekerjaan dan kebaikan-kebaikannya, tetapi tidak membuat orang-orang ini berorientasi kepada Yang Maha Esa secara murni, padahal sifat dasar mereka ini sattvik.
Di dunia barat misalnya banyak terdapat ilmuwan yang bersifat sattvik, tetapi tujuan mereka hanya terpusat pada ilmu pengetahuan itu dan pemecahannyasecara ilmiah saja, mereka sama sekali tidak berpikir tentang Yang Maha Esa, Sang Pencipta ilmu-ilmu ini. Sebaliknya di timur, Yang Maha Esa masih manjadi tujuan atau akhir dari semua ilmu pengetahuan ini, sehingga tidak mengherankan kalau pada abad modern dewasa ini masih banyak orang yang dianggap pandai atau terpandang melepaskan jabatan mereka dan terjun ke dunia spiritual dan melepaskan semua ikatan-ikatan dan unsur-unsur duniawi mereka untuk mencari penerangan ilahi. Mereka ini benar-benar jalan dengan sifat-sifat sattva dan mengarahkan sifat-sifat suci ini untuk tujuan yang mulia dan tak mau terikat oleh sifat-sifat ini. Dengan kata lain, sifat-sifat sattva ini hanyalah alat-alat belaka bagi orang-orang suci ini.    
7. Ketahuilah olehmu, oh Arjuna, bahwa sifat raja, yang berciri emosional ini adalah sumber dari keterikatan dan rasa tak puas. Dan sifat raja ini mengikat jiwa yang ada di dalam raga dengan keterikatan-keterikatan aksi atau perbuatan.
Sifat-sifat raja adalah energi, mobilitas, emosi dan raja juga berati keinginan atau kehausan untuk hidup. Dengan kata lain, sifat raja dapat diartikan energi yang penuh dengan keinginan dan nafsu-nafsu yang tak terpuaskan. Sifat ini adalah anak dari nafsu-nafsu yang kuat dan juga dari keterikatan itu sendiri. Raja mengikat kita, mengikat jiwa kita erat-erat ke Sang Prakriti melalui aktivitas dan aksi.
Di kala seseorang penuh dengan keserakahan atau penuh dengan kegelisahan eksternal yang dikarenakan aktivitas-aktivitasnya, maka dapat dipastikan sifat-sifat raja sedang berkuasa atas diri orang itu. Seseorang yang amat aktif, ambisius dan penuh semangat kerja atau daya juang yang tinggi untuk kebutuhan-kebutuhan duniawinya juga menunjukan sifat-sifat raja yang sedang dominan dalam dirinya.
Seseorang yang bersifat raja atau rajasik ini bekerja keras bagi dirinya sendiri, bukan untuk Sang Kreshna atau Yang Maha Esa. Ia ingin selalu berkuasa atau berpengaruh atas orang-orang disekitarnya. Seorang dengan sifat raja ini penuh dengan aksi, inisiatif, ambisi pribadi yang tinggi dan penuh dengan keresahan. Sebaiknya jika ia ingin keluar dari lingkaran raja ini, maka cara terbaik adalah bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat demi Sang Kreshna atau Yang Maha Esa semata tanpa pamrih. Tetap bekerja apa saja sesuai dengan profesi dan kewajibannya, tetapi demi Yang Maha Esa, pekerjaannya kemudian dengan cara ini akan berubah menjadi yagna.   
8. Tetapi sifat tama (kegelapan total yang penuh kekacauan) ketahuilah olehmu, lahir dari kebodohan dan adalah sifat yang memperbodoh jiwa. Sifat ini mengikat dengan ketidakperdulian, kemalasan dan tidur, oh Arjuna.
     Sifat-sifat tama bukanlah bersifat energi atau penerangan, atau aktivitas atau kesucian. Sebaliknya adalah sifat-sifat kemalasan, ilusi kosong dan kebodohan yang berkepanjangan sifatnya. Sifat ini mengikat jiwa seseorang dengan kebodohan, kemalasan, dengan ketidak-acuhan terhadap setiap hal yang positif. Dengan kata lain di mana terlihat kegelapan total dalam diri seseorang maka sudah pasti sifat tama sedang berkuasa.
     Seseorang yang bersifat tama hidup tak ubahnya seperti binatang saja. Ia makan, tidur, minum dan memenuhi hasrat-hasrat raganya saja dari saat ke saat. Tidak ada idealisme atau cita-cita dalam dirinya. Ia malas, bodoh, tak perduli dan selalu tak acuh pada hal-hal yang bersifat baik. Tetapi sifat tama ini juga bisa didobrak dan seseorang yang terjerat dalam lingkaran kebodohan ini dapat keluar juga. Caranya adalah dengan berdharma bakti kepadaNya semata, meminta perlindunganNya semata dan bekerja tanpa pamrih untuk Yang maha Esa. Sang Bayu (angin) tidak saja merambah dan bertiup diantara dedaunan pohon-pohon yang besar dan tinggi saja, tetapi Sang bayu juga bertiup diantara rerumputan liar dan kecil yang berada di bawah pohon-pohon besar ini. Yang penting adalah kemauan kita sendiri untuk merasakan tiupan ini, merasakan kehadiranNya diantara kita semuanya dan mau mengikuti ajaran-ajaranNya.
9. Sattva mengikat (seseorang) kepada kebahagiaan, raja mengikat kepada aksi, oh Arjuna. Dan sifat tama membungkus kebijaksanaan, mengikat seseorang kepada ketidak-perdulian.
10. Sewaktu sattva berada diatas raja dan tama, maka berkuasalah sattva, oh  Arjuna! Di kala raja berada diatas sattva dan tama, maka berkuasalah raja. Dan di kala tama berada diatas sattva dan raja, maka berkuasalah tama.
Bab 14 - Penguasaan Atas Ketiga Sifat
Page 2 of 3
11.  Di kala sinar kebijaksanaan mengalir keluar dari semua gerbang sang raga, maka ketahuilah bahwa sattvalah yang berkuasa, oh Arjuna!
12.  Di kala keserakahan, aktivitas eksternal, ambisi untuk bekerja, keresahan, nafsu-nafsu iri terlihat jelas, ketahuilah bahwa rajalah yang berkuasa, oh Arjuna!
13.  Di kala kegelapan, non-aksi ketidakperdulian dan kegelapan terlihat jelas, ketahuilah bahwa tamalah yang berkuasa, oh Arjuna!
14.  Kalau seseorang meninggal dunia di kala sattva berkuasa didalamnya, maka ia akan pergi ke loka-loka yang tak ternoda di mana tinggal mereka yang mengenal Yang maha Tinggi.
       Seorang sattvik, setelah meninggal dunia maka jiwanya akan pergi ke loka-loka yang tak ternoda oleh dosa-dosa dan kebodohan. Tetapi ia masih harus bekerja keras untuk mencapai Yang Maha Esa. Karena setelah habis karmanya di tempat-tempat ini (Devachana), ia harus kembali lagi ke dunia ini, tetapi ia akan lahir di tengah-tengah keluarga pencinta Yang Maha Esa, dan jalan ke arahNya akan makin lembut saja sesudah itu.
15. Meninggal dunia sewaktu sifat raja masih berkuasa, maka orang itu akan lahir diantara orang-orang yang terikat pada aksi; dan sekiranya seseorang meninggal dunia sewaktu sifat tama masih berkuasa maka ia akan lahir di dalam kandungan-kandungan yang tak berindra.

Yang tak berindra disini mungkin dimaksudkan dengan ciptaan Yang Maha Kuasa seperti pepohonan, tumbuh-tumbuhan atau juga jenis makhluk-makhluk lainnya yang tak memiliki ratio dan intelektual.
16.  Hasil dari perbuatan sattvik disebut harmonis dan suci, hasil dari sifat raja disebut penderitaan dan hasil dari sifat tama adalah kedunguan dan kebodohan.
Setiap pekerjaan maupun tindakan yang dibuat dalam pengaruh sattva akan lepas dari noda-noda dan dosa-dosa. Sedangkan setiap pekerjaan dibawah pengaruh sifat raja akan menghasilkan dhuka, yaitu efek yang penuh dengan penderitaan. Dan setiap tindakan atau perbuatan di bawah pengaruh tama akan membuahkan yang lebih buruk dari penderitaan, yaitu kebodohan atau kedunguan  (agnana), yang berarti menjadi lebih jauh lagi dari Yang Maha Esa.
17.  Dari sattva lahirlah ilmu pengetahuan, dari raja lahir keserakahan, dan dari tama lahir sifat acuh tak acuh, kemalasan dan agnana (kebodohan).
18.  Mereka yang telah tegar dalam sattva menanjak ke atas; mereka yang dalam raja berdiam di tempat yang paling tengah; dan mereka yang bersifat tama pergi kebawah terikat pada sifat-sifat paling rendah.
19.  Bila seseorang yang melihat, menyadari bahwa tidak ada unsur yang lain selain ketiga guna ini dan mengenal Ia yang hadir di atas ketiga guna ini, ia akan masuk ke dalam diriku.
20.  Bila seseorang (jiwa yang terbungkus oleh raga ini) telah melampaui ketiga guna ini –di mana semua bentuk raga diproduksi—maka ia benar-benar lepas dari kelahiran dan kematian, dari usia tua dan penderitaan, ia lalu meneguk air kehidupan yang abadi (tak dapat binasa lagi).

Di sloka-sloka di atas ini tersirat pesan Sang Krishna bagi Arjuna dan kita semuanya, yaitu kuasailah ketiga sifat ini, dan jadilah seorang yang sadar atau yang dapat melihat dengan jelas dan benar. Seorang yang melihat atau sadar ini melihat (a) bahwa keterbatasan dari semua unsur duniawi ini dapat dicapai jika seseorang benar-benar sadar bahwa hanya ketiga sifat guna itu sajalah yang sebenarnya bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat dan bukan Sang Atman yang bersemayam di dalam diri kita bahkan bukan raga kita juga, dan (b) bahwa ada Ia yang lepas dari semua unsur–unsur Prakriti ini, Yang Maha Suci dan Agung. Ia lebih tinggi sifatNya dari ketiga guna ini yang sebenarnya lahir dari Prakriti, dan dari ketiga guna ini lahirlah bentuk-bentuk dan sifat-sifat alam, raga-raga kita dan juga makhluk-makhluk lainnya yang tak terbilang banyak jumlah dan ragamnya.

Orang-orang yang bijaksana yang telah menyeberangi ketiga guna ini malahan dapat mengendalikan sifat-sifat ini pada diri mereka, karena mereka telah sadar bahwa sifat-sifat inilah penyebab semua tindakan dan perbuatan baik dan buruk di dunia ini,  sedangkan Sang Atman hanya bertindak sebagai saksi saja di dalam raga kita masing-masing. Mereka ini oleh Sang Kreshna diibaratkan sebagai yang telah meminum air keabadian dan tak perlu lagi menjalani kehidupan dan kematian lagi. Mereka telah bersatu di dalamNya secara abadi.     
Page 3 of 3
Berkatalah Arjuna:
21.  Apakah ciri-ciri dari seseorang yang telah melampaui ketiga guna ini? Bagaimana cara hidupnya? Dan bagaimana caranya ia melampaui ketiga guna ini?
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
22.  Seseorang yang tidak menghindar (atau menolak) cahaya (pengetahuan) atau aktivitas atau kebodohan di kala faktor-faktor ini timbul, dan tidak mengharapkan faktor-faktor ini di kala tidak hadir.
23.  Seseorang yang duduk tanpa khawatir tak terusik oleh guna, terpisah, tanpa goyah, dan mengetahui bahwa hanya guna-guna ini yang bertindak.
24.  Seseorang yang merasakan kenikmatan dan penderitaan adalah serupa, yang terpusat pada Sang Atman, dan baginya tanah liat atau batu ataupun emas adalah satu, yang sama kepada yang dicintainya dan yang tidak dicintainya, yang jalan pikirannya tak goyah, yang bersikap sama di kala terhina dan dalam kemasyuran.
25.  Yang memandang sama rata akan rasa dihormati dan tidak dihormati, dan yang bersikap sama terhadap sahabat dan musuhnya, yang telah melepaskan semua ambisi—orang ini disebut telah melewati semua guna-guna ini.
Seseorang yang telah melewati, melampaui atau mengatsi ketiga guna (sifat-sifat Prakriti) akan berubah cara hidup dan cara berpikirnya. Ia akan menjadi ibarat seorang tuan atau majikan yang sudah dapat menguasai atau memperalat sifat-sifat alam ini, dan tanda-tanda atau ciri-ciri orang ini adalah:
a. Ia bersikap sama saja kepada ketiga sifat-sifat atau kualitas Prakriti ini di kala sifat-sifat ini hadir dan sedang beraksi baik dalam dirinya maupun dalam diri orang lain, karena ia sadar bahwa setiap sifat ini mempunyai evolusi atau naik turunnya sendiri.
a)        Ia tak terganggu atau terusik oleh efek atau hasil atau karma dari setiap tindakan, apakah itu tindakan baik maupun tindakan buruk. Ia sadar bahwa setiap perbuatan atau aktivitas adalah milik guna-guna ini, milik dan merupakan alat permainan sang Prakriti. Baginya alam dan sifat-sifatnya selalu sedang bekerja dan ia sendiri sedang duduk di tengah-tengahnya, merasa tak asing tetapi juga tak khawatir. Tak dapat ia digoyahkan dari jalan pikirannya ini oleh sifat-sifat Prakriti. ”Hanya sifat-sifat ini saja bergerak” katanya, dan ”semua objek adalah benda-benda mainan yang dipermainkan oleh guna-guna ini”.
b)        Ia merasakan dirinya sebagai musafir yang sedang melakukan perjalanan atau pekerjaannya saja di dunia ini, ibarat mimpi yang tak dapat mengganggu mereka yang tidak tidur, maka guna atau sifat-sifat inipun tidak dapat mengganggu sang musafir ini, yang tenang dengan tugas atau perjalanannya kearah Yang Maha Esa.
c)        Baginya setiap benda, makhluk dan kejadian adalah hal yang sama atau satu sifatnya. Ia Bersikap selalu sama rata terhadap hal-hal, kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman yang berlawanan seperti suka-duka, panas-dingin, teman-musuh, penghormatan penghinaan, cinta-benci dan lain sebagainya. Emas atau tanah liat baginya sama saja nilainya, sama-sama ciptaan Yang Maha Esa yang tak ada bedanya dan mempunyai fungsi masing-masing di dunia ini, tidak lebih tinggi dan tidak lebih rendah.
d)       Ia tidak berambisi lagi dengan tujuan-tujuan tertentu dalam melakukan pekerjaannya. Baginya setiap aksi, perbuatan, tindakan dan pekerjaan adalah dharma baktinya kepada Yang Maha Esa, yang tidak diiringi oleh pamrih sama sekali. Baginya pekerjaan apapun sama saja kadar atau sifatnya, tidak ada yang lebih agung dan tidak ada yang lebih hina, apapun jenis pekerjaan itu harus didedikasikan secara tulus dan tanpa pamrih kepada Yang Maha Esa semata. 
26.  Seseorang yang mengabdi kepadaKu dengan dedikasi yang tanpa pamrih, melampaui semua sifat-sifat alami ini dan bersatu dengan Sang Brahman.
Apakah caranya agar seseorang dapat melampaui ketiga guna ini dan bersatu dengan Yang Maha Esa, Yang Maha Abadi. Caranya: (a) pengabdian yang terus-menerus tanpa henti dan tanpa pamrih, dan (b) mengabdi kepadaNya dengan cinta kasih yang tulus. Dalam cinta kasih terhadapNya yang tulus ini dan tanpa henti ini maka secara lambat laun ia akan menyatu dengan yang dikasihiNya, dan ia sendiri berubah menjadi nol untuk dirinya sendiri, tetapi menjadi Satu dengan Yang Maha Esa. Ini disebut Atma-Svarupa, yaitu menyatu dengan Sang Kreshna dan bersatu dengan Yang Maha Esa. Om Tat Sat.
27.  Karena Akulah tempat bersemayam Sang Brahman, Air Kehidupan Abadi yang tak ada habis-habisnya. Akulah fondasi dari kebenaran yang abadi dan sumber dari keberkahan yang tak ada akhirnya.
       Mengasihi atau mencintai Sang Kreshna adalah upaya untuk menyatu dengan Sang Brahman, karena Sang Kreshna dan Sang Brahman adalah Satu. Kreshna itu Brahman, dan Brahman itu Kreshna. Sang Kreshna adalah sumber dari (a) keabadian dan (b) Hukum Dharma (Hukum Kebenaran) yang abadi dan (c) berkah yang tak ada duanya dan tak kunjung berakhir—keberkahan yang absolut. Sekali lagi Sang Kreshna menegaskan bahwa Ia lah Sang Brahman yang menitis menjadi Kreshna (manusia utama) karena kasihNya kepada para pemujaNya. Sang Kreshna adalah manifestasi dari Sang Brahman, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Agung dan Suci. Om Tat Sat.
       Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, karya sastra yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, bab ini adalah yang keempat-belas dan disebut:
Guna Traya Vibhaga Yoga atau Yoga mengenai Perbedaan Ketiga Sifat Alam.

Bab 15 - Pohon Dunia
Page 1 of 3
Bersabdalah Yang  Maha Pengasih:
1.   Dengan akar-akarnya yang tumbuh ke atas dan cabang-cabangnya yang menurun, Ashvattha (pohon beringin yang abadi) ini dikatakan sebagai yang tak dapat dihancurkan. Dedaunannya adalah mantra-mantra Veda. Seseorang yang kenal akan pohon ini, kenal akan Veda-Veda.
     Di sini Sang Kreshna menerangkan atau menggambarkan Prakriti (kosmos, alam semesta, atau dunia) sebagai pohon beringin yang abadi, yaitu Ashvattha. Kata Asvattha berarti 'tidak stabil' atau 'selalu bergoyah.' Pohon ini dipercaya oleh orang-orang Hindu sebagai sebuah pohon beringin yang mempunyai akar-akar yang tumbuh ke atas, dan cabang-cabangnya tumbuh ke bawah. Sebenarnya bukahkah dunia ini sama saja ibarat pohon beringin ini, yang abadi tetapi selalu tak pernah stabil, karena ia lahir dari Sang Maya. Akar-akar pohon ini tumbuh ke atas, ini diartikan terpusat kepada Yang Maha Esa.   Jadi dunia atau alam kosmos atau Prakriti atau Sang Maya adalah ibarat pohon beringin yang tak stabil ini, yang sebenarnya terpusat atau berakar pada Yang Maha Esa, Yang Maha Abadi dan Stabil. Yang Maha Abadi inilah sebenarnya Unsur Yang Abadi dan Stabil dan bukan alam semesta dengan segala efek-efeknya. Tetapi hanya manusia yang penuh dengan vairagya (lepas dari keterikatan duniawi) saja yang dapat melihat 'pohon-dunia' ini di dalam Yang Maha Esa dan sadar bahwa dunia ini sebenarnya berakar atau terpusat pada Yang Maha Pencipta dan Abadi.

Akar-akar pohon ini adalah Sang Maya, pohon beringin adalah Prakriti atau alam kosmos ini, dan tempat akar pohon ini berasal adalah Yang Maha Esa. Daun-daun dari pohon ini adalah mantra-mantra Veda-Veda. Dedaunan yang rindang ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan sejati atau kasih Yang Maha Esa yang memberikan naungan atau keteduhan kepada mereka-mereka yang ingin berlindung dibawah pohon beringin yang rindang ini. Dengan kata lain dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita semua dapat mencari keteduhan dan perlindungan dengan mempelajari mantra-mantra atau ajaran-ajaran Veda, ajaran atau pikiran-pikiran agung para resi dan orang-orang suci pada masa-masa yang telah lama silam, ajaran-ajaran ini tercakup dalam Veda-Veda dan kitab-kitab suci lainnya.
2.   Ke bawah dan ke atas tersebar cabang-cabang pohon ini. Pohon ini mendapatkan sarinya dari guna-guna. Obyek-obyek indra adalah putik-putiknya. Menurun ke bawah, tumbuh lagi akar-akarnya yang lain, akar-akar ini menjadi pengikat setiap tindakan di dunia manusia ini.

Pohon ini mempunyai banyak cabang yang tumbuh ke atas dan juga tumbuh ke bawah. Cabang-cabang ini diartikan sebagai jiwa-jiwa Cabang-cabang yang mencuat ke atas adalah para dewa, yang ke bawah adalah manusia, fauna, flora, reptil, serangga, dsb. Semua cabang-cabang ini mendapatkan hidupnya dari sari atau makanan, dan makanan ini adalah air, udara, dan lain sebagainya. Yang disebut sari atau makanan ini adalah ketiga guna (sifat-sifat alam dari Prakriti). Sayang sekali kita manusia sering sekali atau setiap kali lebih tertarik akan sari atau makanan pohon kehidupan ini dan tidak sadar akan fungsi akar-akar yang ke atas yang terpusat pada Sang Pencipta. Kita lebih tertarik atau terikat pada guna, padahal itu hanyalah makanan atau penunjang dari cabang-cabang dari pohon kehidupan ini. Subyek utamanya malahan terlepas dari perhatian kita, karena enak dan nikmatnya makanan ini. Sang Pohon ini juga memiliki putik-putik bunga dan ini diartikan sebagai obyek-obyek luar atau eksternal (vishaya). Pohon beringin kehidupan ini juga mempunyai bentuk akar-akar yang lain yang menjuntai ke bawah. Akar-akar ini menurun dan mengikat pohon ini ke tanah. Akar-akar yang ke bawah ini diartikan sebagai vasana, trishna, raga-dvesha, semuanya ini adalah keinginan-keinginan dan nafsu-nafsu duniawi dan badani, yang mengikat pohon atau kehidupan ini pada karma (aksi) dan hukum-karmanya, mengikat kita semua pada kelahiran dan kematian yang tak ada henti-hentinya. Akar-akar yang tersembunyi di dalam tanah ini (vasana) mengikat manusia dunia ini ke dalam lingkaran-lingkarannya yang tak ada putus-putusnya.
3.   Di sini tak dapat dibedakan bentuk asli Pohon ini, juga tidak akhir, asal, dan dasarnya. Tertancap kuat pohon Ashvattha ini. Tebaslah pohon ini sampai tumbang dengan senjata tak-keterikatan.
4.   Dengan begitu dikau akan meniti jalan ke mana tak ada jalan kembali, dan dengan begitu dikau akan mencapai Yang Maha Utama Yang dariNya terpancar keluar Proses Kosmos ini (energi yang telah ada semenjak masa yang amat silam).
Sayang manusia tidak melihat atau menyadari Pohon ini secara keseluruhannya, dan tak mengerti akan kepentingan pohon ini. Manusia lebih terserap kepada daun-daunnya, pada buah-buah dan putik-putiknya, dengan kata lain manusia terjebak pada rasa manis dan kenikmatan yang dikeluarkan pohon ini dan langsung terjebak di dalamnya, dalam ilusi duniawi. Pohon ini sendiri tampaknya tidak bermula dan tak ada akhirnya; siapa pula yang akan pernah tahu akan asal-mulanya dan akhirnya? Bukankah Pohon ini berasal dari Sang Maya? Tetapi Sang Maya ada asal dan akhirnya, yaitu Yang Maha Pencipta. Sedangkan Sang Maya atau pohon Kehidupan ini sebenarnya hanyalah pantulan atau ilusi. Dan selama kita sibuk berkelana di hamparan luasnya pohon kehidupan ini, selama itu juga kita akan sesat di dalamnya tanpa jalan keluar karena begitu luas dan banyaknya jalan-jalan yang salah di dalamnya seakan-akan tanpa akhir. Maka di situ-situ juga kita akan berkelana tanpa pernah tahu akan hal-hal yang berada di luar itu, yaitu Sang Empunya pohon ini. Jalan satu-satunya untuk keluar dari pohon ini adalah menebasnya sama-sekali dan jalan atau metode ke arah penebasan ini adalah dengan menebas rasa keterikatan duniawi kita secara total dan pasrahkan hasilnya kepada Sang Kreshna, kepada Yang Maha Esa, dan la akan menyelamatkan kita semua dan menyatukan yang menebas pohon kehidupan ini, denganNya. Jalan ketidakterikatan duniawi ini berulang-ulang ditekankan dalam Bhagavat Gita karena inilah faktor yang amat vital untuk menyadari atau menyingkapkan kebodohan kita, agar terbuka ilmu pengetahuan yang sejati, ilmu tentang arti dan hakikat dari kehidupan ini yang sebenarnya, agar tercapailah kesatuan antara kita denganNya, yang menjadi tujuan utama mengapa kita dilahirkan sebagai manusia yang berakal-budi, tidak seperti ciptaan-ciptaan yang lainnya yang berbentuk fauna, flora dan benda-benda tak bergerak. "Seseorang yang dirinya tak terikat pada obyek-obyek luar, mendapatkan kebahagiaan yang ada di dalam dirinya sendiri," kata Bhagavat Gita, dan lagi, "Seseorang yang telah melepaskan semua keinginan, dan hidup bebas dari keterikatan, mendapatkan ketenangan."
Kebebasan dari keterikatan adalah penting dan perlu dihayati bagi seseorang yang ingin kenal dengan Yang Maha Esa, karena ini sudah merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, dan kebebasan dari keterikatan ini harus dilaksanakan secara sadar dan tulus dan tidak dapat dibuat-buat. Sang Jiwa di dalam raga kita harus disadarkan dari ilusinya dan sang jiwa ini (bukan Sang Atman yang bersemayam di dalam jiwa ini!) harus melepaskan keterikatannya akan uang, harta-benda, berbagai miliknya seperti rumah, keluarga, negara, posisi, kedudukan, kemasyhuran dan sebagainya. Bukan berarti semua ini harus diabaikan atau ditinggalkan tanpa tanggung-jawab, tetapi rasa memiliki semua itu harus ditanggalkan, dan orang ini harus hidup secara amat sederhana saja, dengan merasa semua itu hanyalah titipan atau ilusi yang dapat datang dan pergi setiap saat. Bukankah agama-agama besar lainnya juga menyiratkan hal yang sama, bahwa harta-benda duniawi ini sebenarnya hanyalah pengikat jiwa kita ke dunia ini, dan selama jiwa kita terikat pada dunia ini, bagaimana mungkin sang jiwa membersihkan dirinya agar menjadi suci dan bersih dan mengenal Tujuannya Yang Sejati?
Jadi usahakanlah semaksimal mungkin untuk tidak terikat kepada dunia atau pohon kehidupan ini, bekerjalah demi dharma-bhakti kita kepadaNya semata. Hidup dan bekerjalah demi Ia semata dengan motto atau semboyan, "Aku ini sebenarnya tak memiliki apa-apa, dan aku ini sebenarnya bukan apa-apa." Dengan menjadikan diri kita nol-besar dan tak memiliki apapun juga di dunia ini, maka akan turunlah Berkah Yang Maha Besar, yang kemudian akan menuntun pemuja ini ke arahNya yang abadi dan pasti. Ia hanya dikenal oleh mereka yang tak memiliki apapun di dunia fana ini selain dari DiriNya Yang Sejati. Cobaan yang maha berat sebenarnya bukan harta-benda, milik atau rasa hormat atau pun keluarga, tetapi adalah diri kita sendiri. Pengorbanan atau tak-keterikatan yang sejati sebenarnya adalah pemasrahan total dari diri kita sendiri. Kita mungkin bisa tak terikat pada harta-benda duniawi, tetapi selama kita belum melepaskan rasa ego kita, maka jalan kepadaNya masih terasa amat jauh atau bahkan nampak sia-sia saja. Kata seorang sufi yang suci, "Percuma saja mengganti baju dan cara makanmu, percuma saja engkau menyantap sehelai rumput selama hidupmu atau hanya memakai sehelai baju selama hidupmu, atau mengasingkan dirimu jauh dari masyarakat kalau engkau masih terbius oleh ego juga. Rasa ego sebenarnya juga salah satu keinginan atau nafsu diri yang amat licik dan lincah mempermainkan dan menipu seseorang." Seseorang yang benar-benar tak terikat pada dunia ini adalah yang secara lahir dan batin telah berpasrah total kepadaNya. Orang semacam ini tak meminta atau bernafsu apapun juga, ia hanya menerima apa yang diberikan oleh Yang Maha Esa, ia hanya menerima semua kehendak Yang Maha Esa secara utuh dan tulus dan merasa puas dengan apa saja yang diterimanya. la selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa, "Tuhan, Engkau Maha Tahu, akan apa terbaik dan pantas untukku." Om Tat Sat.
Seseorang pernah bertanya kepada seorang sufi mistik yang bernama Junayd Baghadi, agar memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, supaya sang sufi dapat melihat Tuhan Yang Maha Esa. Orang itu yakin bahwa Yang Maha Esa akan memenuhi permintaan sang sufi yang suci ini. Tetapi apa jawab sufi ini? la berkata dengan tenang, "Aku telah beritikad tidak meminta atau menginginkan sesuatu. Bukankah Nabi Musa pernah meminta melihat Tuhan dan doanya tak terkabul, sedangkan Nabi Muhammad mendapatkanNya tanpa pernah memintanya? Suatu waktu nanti kalau sudah tiba saatnya, maka Yang Maha Kuasa akan menghapus semua rintangan dan memperbolehkan aku melihatNya sendiri tanpa aku harus memintanya." Dengan cara berpasrah total kepadaNya, tanpa keterikatan duniawi, tebaslah pohon kehidupan yang penuh dengan ilusi ini, agar tampak Sinar Terang Ilahi menuntun kita kepadaNya juga. Caranya dengan sekali lagi bertekad untuk tidak terikat kepada semua unsur atau obyek-obyek duniawi ini dan hanya berpasrah total kepadaNya dan menerima semua kehendakNya sebagai pemberian dariNya.
5.   Mereka pergi ke Rumah Yang Tak Dapat Dihancurkan, mereka ini tak memiliki rasa keangkuhan dan rasa moha (cinta-kasih yang mengikat), yang telah menang dan bangkit atas keterikatan yang baik dan buruk, yang selalu terpusat pada Sang Adhyatman, yang telah meninggalkan nafsu-nafsunya, yang telah bebas dari rasa dvandva (rasa dualisme yang saling bertentangan), dari kenikmatan dan penderitaan.
6.    Tiada surya atau pun chandra atau agni yang bersinar di sana; tiada juga yang setelah sampai di sana kembali lagi. Itulah kediamanKu yang suci dan agung.
Maka mereka ini pun pergi ke tempat yang tak ada jalan kembali ke dunia ini. Mereka-mereka ini yang hati dan hidupnya sederhana dan tak terpengaruh oleh noda-noda duniawi. Mereka yang telah mengalahkan semua ikatan-ikatan duniawi, nafsu dan emosi, yang hidupnya terfokus atau terpusat pada Sang Adhyatman, Yang Bersemayam di dalam diri mereka masing-masing, Sang Atman. Mereka ini hidup di dalam Rumah Abadi Sang Kreshna, dan di Rumah ini tak diperlukan cahaya mentari, rembulan atau pun cahaya api untuk meneranginya karena cahaya Sang Kreshna Sendiri sudah tak tertandingi terangnya di sana.
7.   Sebagian dari DiriKu Yang Abadi ditransformasikan dalam dunia kehidupan, ke dalam jiwa yang hidup, dan menarik melingkupi dirinya dengan indra-indra yang mana sang pikiran adalah indra yang keenam -- yang terbungkus dalam bentuk benda.
Dalam Pohon Kosmosnya Sang Prakriti terlahir jiwa-jiwa, individu-individu, dan lain sebagainya. Dan siapakah mereka semua ini dan juga kita? Setiap jiwa dan setiap makhluk adalah salah satu fragmen kecil dari Sang Kreshna Yang Maha Esa itu Sendiri, dan setiap fragmen atau bagian kecil ini timbul atau lahir ke dunia ini sebagai makhluk atau individu (jiwa-bhuta), sebagai jiwa yang berkelana dalam raga-raga yang berlainan bentuk dan ragamnya. Ditegaskan di sini bahwa semua jiwa-jiwa ini baik yang nampak maupun yang tak terlihat oleh mata kita, berasal dari Sang Kreshna juga, Yang Maha Abadi dan Esa. Inilah fakta-fakta yang dilupakan oleh manusia, dan manusia kebanyakan cenderung untuk tenggelam dalam dunia ini dengan segala kenikmatan dan penderitaannya, tetapi tidak mau mengenali diri dan jiwanya yang agung, yang merupakan sebuah fragmen dari Yang Maha Esa. Manusia cenderung mementingkan buah, cabang dari pohon kehidupan ini daripada asal pohon ini.
Fragmen-fragmen atau jiwa-jiwa ini kemudian diatur sedemikian rupa oleh Prakriti (Alam) agar terbungkus oleh indra-indra kita yang jumlahnya semua adalah lima indra organ dan satu indra pikiran. Sang Jiwa ini kemudian diatur sedemikian rupa sehingga bebas memilih terjerumus ke dalam nafsu-nafsu duniawi atau menyibak pembungkus Prakriti ini sehingga dapat melihat Sinar Terang yang sebenarnya ada di dalam dirinya sendiri, yaitu Sang Adhyatman, Sang Jati Diri, atau Yang Maha Esa iru Sendiri dalam bentukNya yang kecil. Sang Kreshna adalah Adi Purusha (Manusia Yang Terutama) di dalam (1) setiap jiwa yang berbentuk aneka-ragam dan (2) dan sebagai Alam Semesta secara keseluruhan. Ia lah Sang Jati Diri, Sang Jiwa dalam yang besar dan kecil, dalam alam semesta dan dalam makhluk-makhluk, roh-roh atau jiwa-jiwa, secara menyeluruh dalam setiap yang hidup ini. Ia adalah Adhyatman (Sang Atman Yang Tertinggi, Terutama dan menyeluruh dan sumber dari semua jiwa-jiwa ini)!
8.   Sewaktu Yang Maha Esa (Sang Jiwa) memasuki sebuah raga dan sewaktu la meninggalkannya, la membawa serta semua indra dan pikiran ini dan pergi bersama mereka, ibarat sang angin yang menerbangkan wewangian dari tempat asalnya. (Contoh: wewangian bunga yang terbangkan jauh dari sang bunga itu sendiri.)
Sang Jiwa yang mengembara di alam kosmos ini dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya, selalu membawa serta semua indra-indra ini dalam tubuh halusnya. Semua ini kemudian jadi asal-mula karma barunya lagi dalam kelahiran yang berikutnya.
9.    Secara suci bersemayam di telinga, di mata, di kulit dan di hidung - dan juga di dalam pikiran — la menikmati obyek-obyek sensual.

Bab 15 - Pohon Dunia
Page 2 of 3
10.  Mereka yang tidak sadar (kurang pengetahuannya) tidak menyadariNya sewaktu la berpisah atau beristirahat atau merasa, sesuai dengan kerja-samaNya dengan guna-guna. Tetapi mereka yang memiliki mata kebijaksanaan dapat melihat.
11.  Para yogi pun yang berusaha melihatNya di dalam diri mereka; tetapi mereka yang tidak sadar, yang tidak bersih, mereka berjuang tetapi tidak melihatNya.
Bagi mereka-mereka yang bijaksana dan berpengetahuan (dalam agama Hindu selalu dipergunakan kata berpengetahuan untuk mereka yang sadar akan Yang Maha Esa dan kata bodoh atau kurang-pengetahuan untuk mereka yang masih jauh dariNya, dan masih bergelimang akan dosa-dosa. Kata dosa jarang dipergunakan), maka terlihatlah oleh mereka Sang Atman yang bersemayam di dalam raga kita dengan menikmati obyek-obyek indra, Ia terlihat hadir di telinga, di mata, di kulit, di lidah, di hidung dan di pemikiran (pikiran) kita. Bagi yang masih kurang sadar (agnana), maka kenyataan ini tidak nampak oleh mereka, walaupun sebenarnya banyak di antara mereka yang berjuang ke arah Yang Maha Esa. Mengapa begitu? Karena sebenarnya mereka-mereka ini masih terselimut oleh ego mereka, sehingga tidak sucilah diri mereka ini. Ingatlah! Sedikit saja ego itu masih tersisa di dalam diri kita maka masih jauh kita ini dari Yang Maha Esa, ingat juga walaupun itu ego yang baik sifatnya, selama namanya masih ego dan bukan demi Yang Maha Kuasa, maka selama itu pula jauh kita ini dari Yang Maha Esa!
12.  Ketahuilah bahwa gemerlapnya cahaya sang surya yang menerangi dunia ini, dan cahaya rembulan dan api, semua kebesaran itu datang terpancar dariKu.
13. Memasuki bumi ini, Kutunjang semua makhluk dengan energi vitalKu dan, dengan menjadi cairan lembut dari Sang Chandra (sari Soma) yang nikmat, Kuhidupi semua tumbuh-tumbuhan.
14. Dengan menjadi api-kehidupan, yang bersemayam di dalam raga setiap makhluk yang bernafas, dan menyatu dengan kehidupan (nafas yang ditarik dan yang dikeluarkan), Kucernakan semua bentuk makanan (empat jenis makan).
15.  Dan Aku bersemayam di dalam hati semuanya; dan dariKu timbul memori (ingatan) dan gnana (pengetahuan atau kesadaran) dan kekuatan yang menangkis dan menolak keragu-raguan atau pikiran-pikiran yang negatif. Akulah yang dimaksud dalam Veda-Veda, dan Akulah yang dimengerti oleh Veda-Veda ini, dan juga Akulah Pengarang Vedanta - 'akhir' dari Veda.
      Sang Kreshna atau Yang Maha Esa adalah kehidupan total dari alam semesta ini. Setiap unsur dari alam semesta ini berasal dariNya atau dengan kata lain Ia juga semuanya ini. Ia juga sumber dari energi di alam semesta ini, Ia juga cahaya yang bersinar di dalam matahari, rembulan dan api. Ia juga sari Soma dalam rembulan yang menghidupi tumbuh-tumbuhan di bumi ini. Ia juga api-kehidupan dalam setiap manusia dan makhluk-makhluk lainnya, Ia lah sumber tanpa batas dari segala-galanya. Ia juga yang bersemayam dalam pikiran kita yang membedakan antara pikiran yang jahat dan yang baik. la juga yang selalu disebut-sebut dalam Veda-Veda dan kitab-kitab suci lainnya sebagai Tujuan Yang Abadi, Tuhan Yang Maha Esa, bahkan Ia sendiri adalah Sang Pengarang dari Vedanta, yaitu kitab suci Hindu yang terakhir dalam jajaran kitab-kitab Veda.
16.  Ada dua Purusha (energi) di dunia ini, yaitu yang dapat binasa dan yang tak dapat binasa. Yang dapat binasa adalah semua makhluk dan benda-benda, yang tak dapat binasa disebut Kutashta (duduk secara tegar, terbungkus oleh misteri dan bersemayam dalam Sang Maya).
17. Ada lagi seorang Purush -- Yang Maha Tinggi - Yang disebut Purushottama (Sang Jati Diri Yang Suci dan Agung). la menunjang semuanya; la menghidupi ketiga loka-loka ini. Ia lah Yang Maha Abadi (Yang Tak Dapat Binasa).
18.  Karena Aku berada di atas yang dapat binasa, dan juga Aku lebih tinggi dari yang tak dapat binasa, maka baik di dunia ini maupun di dalam Veda Aku dikenal sebagai Manusia Yang Maha Agung dan Suci.
Ada tiga bentuk Purusha, atau orang atau energi di alam semesta ini:
(1)   Disebut Kshara-prakriti atau berarti yang tidak abadi, yang dapat berganti-ganti, sama dengan semua makhluk dan benda-benda yang dapat binasa.
(2)   Akshara-prakriti atau Kutashta (yang duduk tegar bagaikan batu di dalam Sang Maya) — yaitu Sang Jiwa atau Chaitanya-shakti yang melahirkan bentuk purusha yang pertama tadi.
(3)   Uttama Purusha, atau Purushottama, Paramatman, atau Sang Jati Diri Yang maha Agung dan Suci. Ia adalah Yang Maha Esa Yang menunjang, menghidupi, menghadirkan alam semesta ini. Ia lah Sang Kreshna Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Om Tat Sat.
Di bab VII, oleh Sang Kreshna, kedua bentuk energi ini disebut Purusha dan Prakriti, sebagai dua buah bentuk dari PrakritiNya. Di bab XV ini, Sang Kreshna menyebut kedua-duanya sebenarnya bermakna sama, yaitu dua bentuk Energi (atau Upadhi) dari Satu Purusha Yang Maha Agung dan Suci, yaitu Yang Maha Esa, Sang Purushottama, Sang Kreshna, Yang Hadir dan Berkuasa di atas Kshara dan Aksara.
19.  Seseorang yang telah sadar, mengenalKu sebagai Purushottama, orang ini tahu akan semua hal dan ia memujaKu dengan seluruh jiwanya, oh Arjuna!


Bab 15 - Pohon Dunia
Page 3 of 3
20.  Demikian telah ku beritahukan kepadamu ajaran yang amat rahasia ini, oh Arjuna! Seseorang yang tahu akan hal ini, adalah orang yang telah mencapai penerangan dan tugas-tugasnya selesai sudah, oh Arjuna!
       Ilmu pengetahuan tentang Sang Kreshna sebagai Purushottama menuntun seseorang ke arah bhakti (dedikasi tulus tanpa pamrih). Ilmu atau pengetahuan ini memberikan rasa pengertian atau penerangan akan Yang Maha Esa dan segala aspek-aspekNya yang terlihat di alam semesta dan diri kita. Dan seseorang yang telah sadar akan hal ini adalah orang yang telah mendapatkan penerangan Ilahi, dan menurut Sang Kreshna selesai sudahlah tugas-tugas dan kewajibannya di dunia ini. Orang ini lalu sadar bahwa semua yang manis dan baik dalam hidup ini, seperti sahabat-sahabat, orang-orang yang dikasihinya, kekayaan, kesehatan, ilmu-ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, hanyalah merupakan 'bunga-bunga' dan 'buah-buah' kehidupan belaka, yang merupakan hadiah atau pemberian Sang Purushottama kepadanya, untuk digunakan demi menunjang kehidupannya selama ia berkelana di dunia ini. la tak akan pernah lupa, bahwa tujuannya ke dunia ini sebenarnya adalah untuk mengenal Yang Maha Esa, bekerja demi Yang Maha Esa, dan berusaha untuk kembali kepadaNya lagi secara sadar. Untuk mencapai Rumah Yang Maha Esa ini maka semua materi-materi yang merupakan penunjang hidupnya di dunia ini harus ditinggalkannya, bukan diikat erat-erat dengannya. Seseorang yang secara sejati telah menyadari akan hakikat ini disebut Vairagi. la sadar dunia beserta seluruh isinya dapat binasa, tetapi Yang Maha Esa adalah Abadi. Pemuja semacam ini walau sehari-hari tetap bekerja seperti biasa dan sesuai dengan kewajibannya, sebenamya secara spiritual tugas-tugasnya di dunia ini telah selesai, karena walau masih memiliki raga ia sudah mencapai dan mengenal Sang Misteri Yang Maha Agung dan Suci, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang memiliki Keajaiban-Keajaiban Yang Tak Tertandingi. Pemuja yang suci ini di dalam hidupnya telah mencapai Nirvana. Om Tat Sat.

Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka bab ini adalah yang kelima-belas dan disebut: Purushottama Yoga atau Ilmu Pengetahuan tentang Manusia Utama Yang Maha Agung dan Suci

Bab 16 - Yang Berhati Suci dan Yang Berhati Iblis
Page 1 of 5
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
1.  Tidak memiliki rasa takut, kemurnian hati, ketegaran dalam ilmu dan yoga, memberikan dana, kendali diri, pengorbanan, mempelajari buku-buku suci, tindakan disiplin spiritual (meditasi, puasa, pantangan dan lain sebagainya), menjunjung tinggi kebenaran;
 2.  Tidak mencelakakan yang lainnya, kejujuran, jauh dari rasa amarah, penyerahan total hasil dari tindakan-tindakannya, kedamaian, tidak mencari-cari kesalahan, rasa sayang terhadap semua makhluk hidup, kesederhanaan, jauh dari rasa ketidak setiaan;
3.    Keperkasaan (keberanian), pemaaf, dapat menahan penderitaan, kesucian, jauh dari rasa iri, bebas dari rasa sombong yang berlebih-lebihan — ini semua, oh Arjuna, adalah ciri-ciri seseorang yang lahir dalam keturunan yang suci.
Di dunia ini ada dua jenis manusia, yaitu yang suci dan yang bersifat iblis. Manusia-manusia yang lahir dengan karakter-karakter yang suci secara mendasar sudah spiritual sifatnya. Mereka-mereka ini adalah jiwa-jiwa yang hidup dalam raga tetapi tak terpengaruh oleh Sang Maya. Mereka ingat dan sadar akan kesucian yang menunjang mereka untuk sampai ke Rumah Tujuan akhir nanti. Segala perbuatan dan tindak-tanduk mereka memancarkan kesucian dan kemurnian bagi sesamanya dan diri mereka sendiri. Dalam tindak-tanduk mereka di dunia ini mereka tidak menunjukkan nafsu atau keinginan-keinginan duniawi baik dalam cara berpikir, aspirasi maupun perbuatan mereka. Mereka ini selalu terserap dalam yoga dan jauh dari segala bhoga (kenikmatan-kenikmatan duniawi). Semenjak lahir, dalam diri mereka telah nampak tendensi-tendensi suci. Bakat-bakat kesucian ini mereka bawa dari karma yang terdahulu, dan dipraktekkan dengan lebih aktif lagi di kelahiran mereka yang berikutnya secara lebih intensif.

Mereka-mereka yang dianggap memiliki ciri-ciri keturunan suci ini (daivi sampad), dan telah siap melangkah ke arah pembebasan duniawi ini menampakkan dua-puluh enam ciri-ciri atau tanda-tanda khas, seperti berikut ini:
1)      Tak memiliki rasa takut. Kita sering sekali dilanda rasa takut dan khawatir dalam hidup ini seperti takut dan khawatir kehilangan barta-benda, milik atau seseorang yang tersayang dan lain sebagainya. Seseorang yang telah menyerahkan atau memasrahkan semua tindakan dan hasil tindakan mereka kepada Yang Maha Esa, dan yakin akan kehendakNya semata tak akan pernah takut, khawatir dan gentar mengarungi hidup ini. Baginya hidup ini adalah suatu tindakan atau pekerjaan yang suci demi Yang Maha Esa, jadi tak ada lagi rasa takut dalam diri mereka, karena selain merasa tak memiliki sesuatu apapun juga di dunia ini, mereka ini juga dapat merasakan kasih-sayang Ilahi Yang Tak Terbatas yang tak dapat dirasakan oleh mereka-mereka yang belum sadar sepenuhnya.
2)         Kesucian atau kemurnian hati. Kebersihan hati berarti lepas dari segala unsur-unsur atau sifat-sifat palsu, betapa kecilpun sifat palsu itu. Biasanya seorang yang tabah dalam hidupnya dan sudah lepas dari segala rasa takut, akan berubah menjadi seorang 'anak-kecil' yang bersih dan murni hati dan tingkah-lakunya. Goethe pernah berkata, "Bersihkan dirimu dengan merendahkan dirimu." Untuk menjadi murni dan bersih ini, seseorang harus selalu berpikir bahwa raga ini adalah 'kuil dari Sang Atman Yang Suci dan Agung. Hati yang suci-bersih tak pernah menuntut atau mengingini apapun juga selain mengasihi Yang Maha Esa dan menerima semua kehendakNya semata tanpa pamrih. Jadilah dikau hati yang suci dan murni dalam segala tindak-tandukmu, dalam segala pikiran dan puja-pujimu.
3)        Ketegaran atau keteguhan dalam ilmu pengetahuan sejati mengenai Yang Maha Esa, dan ketekunan dalam yoga adalah praktek-praktek disiplin ketat dalam menekuni ilmu-sejati ini. Ketegaran ini dasarnya adalah moral dan iman yang kuat. Caranya ada beberapa macam dan semuanya menuntut keyakinan, ketekunan dan keteguhan yang tak ada putus-putusnya dalam melakukan: (a) meditasi setiap harinya, (b) usaha-usaha spiritual seperti puasa dan sembahyang dan lain sebagainya yang dipilih masing-masing individu, (c) cinta-kasih yang tulus pada setiap makhluk, benda dan sesamanya, (d) melayani atau bekerja tanpa pamrih demi membantu fakir-miskin, orang-orang tua, orang-orang sakit dan mereka-mereka yang pantas ditolong, dan semuanya ini harus dilakukan tanpa pamrih. Dalam melakukan semua usaha-usaha ini akan banyak ditemui hambatan-hambatan yang sukar dan sering sekali terjadi para pemula tumbang karena tidak melihat hasil yang nyata dan segera. Tetapi seseorang yang tegar akan berjalan dan melangkah terus dengan perlahan tapi pasti, dan suatu saat karena keyakinannya yang tegar ia akan sampai ke tujuannya yang mulia. la sadar sukar dahulu, mudah kemudian, itulah jalannya.
4)        Dana atau amal dianjurkan bukan saja dalam agama Hindu tetapi juga dalam agama-agama besar lainnya, dan ini merupakan salah satu jalan untuk membersihkan diri kita. Yesus sendiri berkata, "Secara cuma-cuma engkau telah menerimanya, secara cuma-cuma pula berikanlah!" Lalu apakah dalam hidup ini, kita benar-benar rela memberikan harta-benda yang kita kira sudah jadi milik kita kepada yang paling membutuhkannya? Relakah kita berkorban sedikit saja demi sesama makhluk atau manusia lainnya yang menderita? Sebenarnya dana atau amal-perbuatan yang baik tidak dihitung dari segi kuantitasnya melainkan dari segi kualitasnya. Dan yang paling penting dari semua itu adalah itikadnya, itikad yang ada di balik semua perbuatan baik itu. Dana atau amal itu datang dari hati-nurani kita yang tulus dan bukan dari harta-benda atau pun kedudukan kita, bukan juga dari paksaan atau keadaan tertentu. Sebuah senyum kecil yang simpatik untuk seseorang yang membutuhkannya adalah dana, memberikan air kepada seorang musafir yang kehausan adalah dana, menyingkirkan kulit pisang di jalan agar orang lain tidak terpeleset adalah dana, menyisihkan waktu sedikit untuk menolong seseorang yang memerlukannya adalah dana. Tiga faktor utama dalam ajaran agama Islam adalah amal, puasa dan sembahyang. Alkisah suatu waktu seorang yang bernama Bernard ingin bergabung dengan St. Francis dalam melakukan misi-misi sucinya, maka berkatalah St. Francis kepadanya, "Pertama-tama pergi dan juallah apa yang kau punya dan berikanlah kepada yang miskin dan papa."
5)        Kendali diri, yaitu kendali pada indra-indra kita dan menguasai selera dan nafsu-nafsu kita yang selalu kelaparan akan obyek-obyek indra ini. Kuda-kuda liar dapat dijinakkan, begitupun indra-indra ini adalah ibarat kuda-kuda ini, merekapun harus dijinakkan. Bagaimana caranya? Jadilah engkau seorang kusir atau penunggang kuda ini dan bukan sebaliknya! Raga kita sebenarnya diciptakan agar menjadi karma-kshetra, tetapi kebanyakan diantara kita malahan menjadikannya bhoga-kshetra (ladang untuk mencicipi kenikmatan). Kuasailah semua trishna atau keinginan-keinginan dan selera-selera, kendalikanlah nafsu-nafsu dan hasrat-hasratmu, dan jadilah seorang majikan atas dirimu sendiri dan bukan sebaliknya! Intisari kebijaksanaan yang diajarkan oleh filsuf Sokrates adalah kata-kata yang berbunyi, "Kenalilah dirimu sendiri!" Intisari dari kebijaksanaan Hindu adalah, "Kuasailah dirimu sendiri!" Sedangkan Pythagoras yang terkenal itu pernah berkata, "Tidak ada seorang pun yang dapat disebut merdeka (bebas) yang tak dapat memerintah atas dirinya sendiri!"
6)        Pengorbanan, persembahan (yagna), jenis yagna atau pengorbanan ini ada banyak caranya. Persembahan spiritual ini didasarkan pada pemikiran bahwa dewa-dewa, manusia, dan makhluk-makhluk halus, semua ini membentuk suatu simfoni kehidupan. Yagna menunjukkan suatu itikad berkorban atau menolong sesama makhluk di dunia ini baik yang terlihat maupun yang tak terlihat, yang membutuhkan pertolongan kita di alamnya masing-masing. Yagna juga mengajarkan kita untuk menjadi sederhana dan tulus dalam hidup kita sewaktu kita melakukan yagna ini untuk para dewa, dan mengajarkan kita akan kewajiban dan perhatian kita pada para leluhur kita agar mereka tak terlupakan. Karena karma yang lalu para leluhur yang berada di alam sana hidupnya belum tentu bahagia, jadi mereka selalu saja membutuhkan pertolongan kita agar kuranglah dosa-dosa mereka. Pada hakikatnya yagna ini secara bertahap mengajarkan kita untuk berkewajiban dan berkorban secara murni kepada Yang Maha Esa. Untuk itu kita harus belajar dahulu dengan ber-yagna untuk para dewa dan leluhur. Intisari sesungguhnya dari yagna ini adalah berkoban secara tulus dengan mengorbankan seluruh hidup kita ini kepadaNya tanpa pamrih, yaitu bekerja demi Ia semata tanpa pamrih dan tanpa bosan-bosannya!
7)        Mempelajari skripsi-skripsi atau ajaran-ajaran suci (ini disebut Svadhaya).
Terangkan dalam ajaran-ajaran ini adalah pemujaan oral (puja-puji dan nyanyian) kepada Yang Maha Esa pada setiap kesempatan yang ada.
8)        Tapa atau tindakan-tindakan disiplin spiritual yang aneka ragam bentuknya seperti puasa, meditasi, dan berbagai tindakan disiplin spiritual lainnya. Intisari dari tapa ini adalah selalu berusaha untuk tidak berbohong kepada diri sendiri maupun orang lain, jadi setiap pembicaraan harus benar dan jujur, mencintai kebenaran dan kehidupan yang jauh dari kemewahan.
9)        Menjunjung tinggi kebenaran, tegas dan tulus dalam tindakan (arjavam). Mereka yang memiliki sifat-sifat yang suci dan agung selalu berkata dan bertindak tegas dalam setiap aspek kehidupan mereka, tetapi jiwa mereka sebenamya amatlah lembut, tulus dan jujur akan kebenaran. Inilah sebenarnya yang mendasari tindakan dan ucapan mereka yang tegas. Mereka juga amat tinggi dalam menjunjung nilai-nilai kebenaran walaupun untuk hal-hal yang amat kecil sekalipun.